Get Stories: http://mawarberduri99.blogspot.com

Tuesday, February 12, 2013

MAMA, MAAFKAN ARINI!


MAMA, MAAFKAN ARINI!

Arini sangat marah. Ia tidak tahu kenapa mama selalu melarang dia untuk bepergian sendiri. Padahal Arini sudah merasa dewasa. Sudah bisa menjaga dirinya sendiri. Apalagi dia sudah punya dasar-dasar bela diri. Jadi tidak perlu was-was dan tidak usah terlalu kwatir.

''Arini, kamu itu perempuan. Jadi jangan keluyuran sendirian'' kata mama suatu hari ketika Arini pamit sama mama untuk bermain ke rumah temannya.
''Bukan keluyuran Ma. Tapi bermain ke rumah Dita, teman Arini. Lagi pula di sana Arini bisa belajar bersama kok''. Arini beralasan. Berusaha membujuk mamanya supaya diijinkan pergi. Tapi mama tetap tidak mengijinkan.

Arini sewot dan kesal. Ia berpikir yang tidak-tidak. Berpikir kalau mamanya tidak cinta kepadanya. Berpikir kalau mama tidak sayang kepadanya. Itu karena ia ingin sedikit kebebasan. Bebas pergi kemana-mana tanpa harus ada yang mengawasi.

Arini tetap tidak terima. Apapun alasan mama, Arini selalu manilai kalau mama tidak adil. Dia juga ingin kebebasan. Ingin berjalan-jalan sendirian. Tanpa harus diantar kak Rudi. Tanpa harus dibarengi papa. Pokoknya, Arini ingin pergi ke manapun sendirian. Arini sudah merasa dewasa. Sudah bisa menjaga diri sendiri.

Sebenarnya, Arini masih gadis ingusan. Masih terlalu kecil untuk dibiarkan pergi kemana-mana sendirian. Arini sekarang baru kelas delapan SMP. Umurnya pun baru menginjak tahun ke 15. Jadi pantaslah kalau mama masih menganggap Arini anak kecil. Mama merasa was-was kalau harus terjadi apa-apa yang tidak diinginkan terhadap anak gadisnya ini. Apalagi zaman sekarang, banyak sekali cara orang jahat untuk melakukan aksinya.

Sebenarnya Arini bukan anak nakal. Di sekolah pun ia tergolong pintar, tidak pernah berbuat keributan. Patuh dan sopan kepada gurunya. Tidak pilah pilih teman. Arini orangnya cantik. Tinggi semampai. Sekitar 160 cm tinggi tubuhnya, dengan berat badan proporsional.

Arini hanya ingin mandiri. Kebebasan yang ia inginkan adalah sebuah kepercayaan. Dipercaya bahwa dirinya mampu untuk menjaga jenis kemungkinan yang tidak baik.

Di sekolah Arini juga ikut ekstra kurikuler. Tidak tanggung-tanggung, ia ikut ekstra bela diri. Nah, dasar bela diri inilah Arini merasa mampu untuk mempertahankan diri dan kehormatannya. Sebuah egoisme yang harus ditata ulang.

Pada suatu hari. Tanpa sepengetahuan mamanya Arini pergi dari rumah. Semula ia hanya ingin pergi saja dari rumah. Tanpa tujuan. Maunya Arini ingin merasakan kebebasan. Tanpa harus diawasi. Arini ingin menunjukkan pada mama, bahwa ia mampu menjaga diri. Ia bisa melindungi dirinya sendiri dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Entah sudah berapa jauh Arini berjalan. Dan tetap tanpa tujuan. Ia menikmati kesendiriannya kali ini. Dan ia bangga dengan apa yang ia lakukan. Ia tidak tahu kalau mama di rumah sangat gelisah. Mama resah karena anak gadisnya tiba-tiba pergi entah kemana.

Tidak terasa, hari sudah menjelang magrib. Sebentar lagi malam akan menjelang. Arini lupa dengan keadaan. Ia tidak merasa kalau hari sudah malam. Atau ia pura-pura tidak tahu kalau saat ini sudah gelap.

Arini memutuskan untuk kembali. Tiba-tiba ketakutan merasuki pikirannya. Ia merasa takut dengan keadaan. Ia merasa takut kalau dimarahi mama. Ia pun bergegas untuk segera kembali.

Tapi apa yang terjadi? Tiba-tiba di tengah perjalanan pulang, segerobolan anak muda menghadang perjalanannya. Arini pun terkejut. Kebetulan di tempat itu suasana sepi. Tidak ada gunanya ia berteriak.
''Ha ha, mau kemana gadis manis?'' Salah seorang dari mereka yang paling besar, mungkin pimpinannya, menyapa Arini. Arini tidak mengubris. Tapi ia waspada kalau-kalau ia harus bereaksi keras. Apa pun yang terjadi, ia harus melawan. Karena menangis pun tidak ada gunanya.

Salah seorang yang lain mencoba menjewel pipi cantik Arini. Tapi dengan cekatan Arini berkelit. Hingga hanya ruang kosong yang terjamah anak brengsek ini.
''Wah, rupanya gadis ini mau melawan kita'' kata yang ceking.
''Mau melawan? Ha ha, bolehlah kita main-main dulu'' sahut si gembrot sambil lebih mendekat ke arah Arini.

Kini Arini paham terhadap larangan mamanya selama ini. Ternyata di luar sana banyak sekali kejahatan yang harus dihadapi. Kalau tidak benar-benar siap, kita bisa-bisa dijadikan mangsa oleh orang-orang jahat. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Sekian lama Arini mencoba mempertahankan diri. Tapi dengan lawan sebanyak itu, akhirnya Arini tidak mampu bertahan lama. Tidak terlalu banyak guna dasar-dasar bela dirinya. 

Akhirnya anak-anak berandalan itu dapat meringkus Arini dan membawanya ke suatu tempat. Entah tempat apa ini? Sebuah rumah kosong yang tak berpenghuni. Rupanya tempat ini biasa dijadikan tempat pesta anak-anak nakal berandalan.

Kedua tangan Arini diikat. Mulutnya disumpal dengan kain. Ia tidak bisa berbuat apa-apa? Dari kedua matanya menetes butiran air mata. Ia menyesal telah melanggar larangan mama. Ia menyesal telah pergi sendirian tanpa seijin mama. Tapi, penyesalan ini sia-sia. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya. Ia tidak bisa membayangkan, kalau nanti dirinya digilir oleh kelima pemuda bajingan ini. Sungguh ia tidak rela. Tapi nasi telah menjadi bubur. Sesal kemudian tiada guna.

Salah seorang dari mereka mendekati Arini. Mengelus pipinya. Meraba buah dadanya. Arini bergeming, mencoba menghindar. Tapi yang dapat ia lakukan hanya menyentakkan kakinya, menendang si jangkung ini sekuat tenaga. Si jangkung ini pun terjengkang ke belakang.

Tapi si keparat ini tidak kapok. Ia kembali mendekati Arini. Memegang pipinya lagi. Bahkan kini ia telah berusaha untuk membuka baju dan celana Arini. Arini meronta. Tapi beberapa teman penjahat ini membantu. Jadilah Arini kini setengah telanjang. Ia hanya terus meronta, menangis, menyesal, berkecamuk dalam pikirannya.
''Mama, maafkan Arini Ma'' hati kecil Arini menyebut mamanya. Tapi penyesalan kali ini sudah tidak berguna. Sebentar lagi hal yang tabu dalam kehidupan dirinya akan terjadi.
''Ya Allah, lindungi hamba-Mu ini'' doa Arini untuk yang kesekian kalinya.

Tiba-tiba pintu rumah tak berpenghuni ini di dobrak.
''Braakk,....jangan bergerak'' beberapa orang polisi masuk. Kelima gerombolan penjahat itu tidak berkutik. Mereka semua angkat tangan. Satu persatu dari mereka diborgol dan dimasukkan ke mobil tahanan.

Dari belakang polisi, tiba-tiba mama, papa, dan kak Rudi masuk. Serta merta Arini menghambur ke pelukan mama. Arini menumpahkan segala penyesalannya. Ia minta maaf pada mama. Pada papa dan juga kak Rudi.
''Maafkan Arini Mama'' hanya itu yang terucap dari mulut Arini. Ia tidak mampu berkata apa-apa lagi untuk menghapus penyesalannya. Ia benar-benar kapok, menyesal, dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Arini tidak akan menentang perintah mama lagi. Ia akan patuh pada mama.

Dengan masih dalam tangis dan penyesalan, Arini dan keluarga pulang. Avanza silver mobil papanya yang membawa mereka pergi. Di mobil mama terus memberikan nasihat pada putrinya, Arini. Bahwa larangan mama bukan untuk siapa-siapa. Tapi untuk keselamatan diri Arini.
''Apa yang mama katakan adalah untuk keselamatan dirimu juga Nak'' nasihat mama tak henti-hentinya.
''Ya Ma. Maafkan Arini Ma!'' kata Arini untuk kesekian kalinya.

Setelah sampai di rumah, baru Arini tahu bahwa yang mengabarkan keadaan dirinya adalah teman dekatnya Dita. Kebetulan Dita dan keluarganya berkunjung ke rumah kerabatnya. Dan ditengah jalan Dita melihat Arini sedang diseret oleh segerombolan pemuda nakal. Setelah dipastikan kemana Arini dibawa, akhirnya papa Dita menghubungi polisi. Kemudian dia juga menghubungi keluarga Arini.

Mengetahui hal yang demikian, Arini pun berterima kasih pada sahabat karibnya itu, juga kepada papa dan mama Dita.
''Terima kasih Dita. Engkau telah menyelamatkan kehormatanku'' kata Arini kepada Dita sahabatnya. Juga kepada mama dan papa Dita, Arini mengucapkan terima kasih atas bantuannya.

Arini sudah memahami apa yang diinginkan mama. Arini berjanji akan selalu waspada dikemudian hari, dan akan selalu patuh pada mama dan papanya. (Sumenep, 31 Oktober 2012)

CATATAN PINGGIR SANG USTADZ


 CATATAN PINGGIR SANG USTADZ
(CINTA YANG TERGADAI)

Betapa hari itu berganti dengan semangat cahaya mentari yang tidak pernah lelah. Waktu pun menjadi sebuah keharusan untuk terus berjalan perlahan tapi mantap. Maka pada saatnya akan menjadi nyata bahwa hidup adalah sebuah pilihan, dan sebuah keharusan yang mesti kita hadapi.

Siang itu aku terbangun dari mimpi indahku. Tentang kehidupan yang pasti. Tentang kebahagiaan yang berlalu lalang dalam anganku. Pikiranku bagaikan terbang menyebrangi lautan. Di antara debur ombak di pantai. Diantara lambaian nyiur yang tersisir angin laut.

Di sebuah madrasah aku telah menjadi sosok seorang ustadz. Mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan. Dari tauhid, fiqih, akhlaq, nahwu, shorrof, bahkan matematika, ipa, ips, dan bahasa inggris.

Madrasah tempatku mengajar tidak terlalu besar. Hanya dua buah bangunan berlantai semen, yang satu membujur ke utara dan selatan, dua ruang ditempati kelas 5 dan 6. Yang satunya lagi membujur ke barat dan timur, dua ruangan juga dengan lantai semen yang lumayan tidak berdebu karena agak baru. Di antara dua ruangan itu ada satu ruang kecil, yang didaulat jadi ruang kantor. Sebuah tempat lembaga pendidikan yang benar benar bersahaja. Di sekitar bangunan madrasah tersebut banyak pohon kelapa yang tinggi menjulang, dengan buah lebat dan hijau. Menambah suasana 'ger sereng' yang semakin nampak nyata.

Mengajar, sebuah rutinitis yang aku jalani. Tapi dengan senang hati. Dengan hanya berharap ridha dari Allah swt. Mengajar adalah sudah menjadi bagian dari hidupku. Sejak aku lulus dari bangku SMP, aku sudah disuruh mengajar oleh pamanku. Maklum yang punya madrasah kala itu juga pamanku sendiri. Ditambah lagi anak sang paman, sepupuku, menjadi tunanganku saat itu. Jadinya, segalanya sangat mudah untuk sekedar menjadi ustadz di madrasah itu. Tapi, kemampuanku juga bisa dibilang lumayan, agar tidak terkesan sombong jika dikatakan cukup baik.

Ombak masih cukup keras menghantam pembatas pantai. Maklum, tempatku bermalam adalah rumah kasek yang letaknya cukup dekat dengan pantai. Bukan hanya dekat, tapi bersentuhan langsung dengan bibir pantai. Lokasi yang demikian kerap kali menjadikan inspirasi untuk sekedar corat-coret agenda. Aku juga sering tulis-tulis puisi. Meski tidak menjadi profesiku, namun terkadang orat-oret itu dapat menghilangkan kejenuhan.

Malam itu malam Minggu. Aku tidak mempunyai persiapan untuk masuk sekolah esok. Karena hari minggu sekolahku libur. Tiba2 di depan pintu kamar kosku ada sosok yang mengucap salam. Serta merta kujawab salam itu.
''wa'alaukm salam'' jawabku.
Tidak terlalu lama aku harus berpikir siapa yang datang. Karena dia adalah muridku juga di madrasah.

Sosoknya anggun. Tidak urakan, apalagi play girl. Cantik dan tentu saja rajin dan pintar. Semua guru memaklumi, siapa dia sebenarnya, sosok siswi yang tidak pernah berulah, patuh dan taat kepada guru.

'' Iin, dengan siapa?'' tanyaku berbasa-basi. Maklum anak PP tidak familiar dengan tamu cewek, eh gadis.
''Sendiri aja. Wong rumah saya dekat kok di sebelah ini'' jelasnya sambil kembang senyum dari bibirnya.

Begitu dia menunjuk rumahnya, sambil mendongakkan kepalanya. Tentu saja lehar jenjangnya kelihatan dan kilau putih menyilaukan pandanganku yang sedikit dikenai cahaya lampu.

Akhirnya kami pun ngobrol. Tak ada kata yang khusus dalam obrolan kami. Tapi dia membawa rantang yang tersusun dua. Di lain itu ada bungkusan plastik hitam entah berisi apa? Tanpa basa-basi diletakkan semua bawaannya di sebelahku. Aku paham. Itu berarti untukku.

Malam itu, setelah dia pulang dan aku mulai tidur, aku bermimpi indah sekali. Benih-benih cinta? Entahlah,... Dan rantang itu ternyata berisi soto, makanan favoritku, ditambah lagi degan kerupuk udang, menjadi lengkaplah makan malamku kala itu.

Seiring berjalannya waktu, hubunganku pun berlanjut. Bahkan sampai-sampai saling berkirim surat. Tentu isinya tidak perlu dipertanyakan lagi. Tentang cinta. Ya, tentang cinta, rindu, asmara, dan masa-masa indah yang akan datang.

Tentu saja, rantang-rantang berikutnya terus berdatangan dengan beragam makanan yang super enak. Hal yang demikian juga kurang direstui oleh ibu kosku. Soalnya, aku jadi sering tidak makan yang telah dipersiapkan oleh ibu kosku. Tapi yang namanya pemberian, tentu saja tidak boleh ditolak. Lebih-lebih lagi pemberian itu dari seseorang yang tersimpan di lubuk hati yang paling dalam.

Sebenarnya ibu kosku melarang hubunganku dengan Iin (bukan nama sebenarnya). Karena, ibu kosku tahu bahwa aku telah bertunangan dengan sepupuku. Tapi aku katakan pada ibu kosku (ibu kosku ini sudah menganggap aku sebagai anaknya sendiri, sampai saat ini) bahwa hubunganku tidak lebih dari hubungan antara guru dan murid. Ibu kosku hanya bilang,

''Awas, hati-hati'' nasihatnya sambil tertawa mencibir. Beliau tidak percaya dengan alasanku.

Hari-hariku kian indah. Di madrasah seringkali kucuri pandang untuk menyelami cantik raut wajah Iin. Dan tentu saja, Iin seringkali salah tingkah ketika pandangan sayu matanya beradu pandang dengan mataku. Serta merta jika itu terjadi, senyum akan mengembang, bahkan kadang disusul dengan sedikit tawa. Dan senyum Iin telah menjadikan hari-hariku terbang ke alam hayal. Cinta monyetkah? Aku masih sangat muda saat itu, apalagi Iin, baru belasan tahun umurnya.

Melahirkan sebuah kenangan dengan sang kekasih adalah menjadi sebuah harapan. Dan satu2nya kenangan yang tidak mungkin aku lupakan adalah pada saat aku dan Iin berfoto bersama. Entah bagaimana caranya, ketika aku bermain ke rumah Iin, di sana sudah ada tukang foto. Jadinya, hamparan pasir putih pantai di belakang rumahnya menjadi panorama indah sebagai latar foto kita berdua. Sebuah kenangan yang tak mungkin kita lupakan.

Dan satu lagi kenangan yang sulit terlupakan, saat aku juga berkunjung ke rumah Iin. Dia lagi tertidur saat itu. Dan aku membangunkannya, kupegang tangannya yang halus dan putih. Aku goyang-goyangkan, dan Iin pun terbangun, tersenyum, dan langsung bangun sambul berkata,

''Lhoo, ada Ustadz'' sambil tersenyum. Just that I have done to her. Tidak lebih, suer aku dapat pastikan tidak lebih dari hanya sekedar itu saja.

Sudah banyak yang kita bicarakan melalui surat (saat itu belum ada HP). Tentang cinta (monyet?), tentang rindu (monyet?), tentang apa saja yang bisa kita utarakan. Lewat surat, rindu terbayarkan. Lewat surat, cinta menjadi harapan. Tapi, harus benar-benar waspada, karena ibu kosku tetap tidak merestui. Dan kalau ketahuan orang rumah bisa jadi malapetaka.

''In, besok Ustadz mau pulang''
''Mau pulang Ustadz?'' seperti tidak percaya dengan apa yang Iin dengar.
''Iya mau pulang'' jawabku agak ragu dan kelu.
''Kenapa Ustadz mau pulang? Tidak kembali lagi?'' Iin semakin penasaran dalam keraguan.
Aku hanya mengangguk, dan air mata pun tidak terbendung lagi. Dengan berkaca-kaca aku katakan bahwa aku harus pulang. Madrasah di rumahku, punya paman, membutuhkan aku. Dan itu artinya pupus sudah rajutan kasih yang selama ini kita bina.
Tetapi cinta memang tidak harus saling memiliki. Sebesar apapun rasa itu, jika memang kita tidak ditakdirkan bersatu, maka cepat atau lambat akan berakhir. Akhir sebuah kisah cinta ini, akan menjadi ukiran prasasti kita hingga akhir kemudian. Dengan harapan, doa kita tetap saling menyertai.

''Maafkan saya Ustadz'' kata Iin sambil menarik tanganku dalam ciumnya. Sebuah keharuan yang luar biasa, antara dua insan yang saling mengungkap rasa. Aku hanya mampu menatap langit yang kelabu. Karena mendung menyiratkan keharuan akan suasana hati yang tenang dalam peluk cium dua insan yang saling menyinta.

Buat Iin, jika sempat membaca kisah ini, selamat berbahgia bersama pangeranmu.

APAKAH ALLAH SWT PERNAH EKSIS?

Blog / Apakah Allah SWT Pernah Eksis?

Banyak teman teman Muslim kita terlena atas hal-hal yang mendasar. Mereka menerima saja bahwa Allah itu ada. Allah itu berfirman kepada nabiNya. Dan Allah adalah Tuhan yang Mahakuasa. Memang Tuhan itu berbicara. Ia berfirman. Bila Ia BISU, maka konyollah umat yang mentuhankanNya!

 
TETAPI, Allah SWT sesungguhnya tidak pernah berbicara dengan Muhammad atau dengan umatNya di Arabia. Yang aktual berkata SEPIHAK hanyalah Muhammad sendiri, dan kata-kata ini disandarkan kepada sesosok Ruh yang tanpa jati-diri, yang mengatas-namakan lagi kata-kata tersebut sebagai wahyu, dari Allah SWT yang (sesungguhnya) bisu seribu bahasa. Muhammad dan Allah tidak saling berjumpa, tidak saling bersapa. Dan apa yang dialami oleh Muhammad disini adalah sejalan pula dengan pengalaman moyangnya Ismail, dimana Allah juga tidak pernah berbicara dengannya! Ismail tidak membawa Firman Allah. Ia tidak termasuk garis kenabian dan kitab. Ia juga bukan anak perjanjian yang telah Tuhan tetapkan bagi umat manusia lewat garis keturunan Ishak. Dan ini dikisahkan dalam Alkitab maupun Quran! (QS.29:27).

Selanjutnya, Allah SWT juga tidak Mahakuasa.
Semua Tuhan memang adalah pemilik kuasa adikodrati tertinggi. Per-definisi, Ia disebut Tuhan karena Ia adalah tuannya yang menguasai semesta alam. Tuhan tidak hanya berkata tentang diriNya: “I am the Almighty God”, tetapi justru harus membuktikannya. Bila tidak demikian, Ia bukan Tuhan sejati dan tidak layak disembah sebagai Tuhan.
Namun kembali Allah SWT hanya tuhan yang dislogankan Mahakuasa, dan disembah menurut slogannya, dan dipercaya bermukjizat dahsyat dengan firmanNya “KUN/JADI” dan dipercaya terjadilah itu. Tetapi lagi lagi sayang, faktanya sungguh tidak tersaji.  
Muhammad dan umat Allah di Arabia tidak pernah mendengar dan melihat bagaimana ALLAH SPEAK, (berfirman KUN), jadi bagaimana mereka  bisa melihat ALLAH DO (berbuat mukjizat)? Tak ada saksi mata yang melihat bagaimana Allah berkata sepatah kata KUN kepada Muhammad atau umat Arab, lalu itulah yang langsung terjadi didepan hidungnya. Semuanya kosong dari mukjizat.
Cukup  selintas saja untuk perbandingan dengan KUN-nya Yesus yang dicatat Injil:
“Dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan orang-orang yang yang menderita sakit” (Matius 8:16). Atau dengan satu kata “Talita kum!” dan Ia membangkitkan orang mati! (Markus 5:41). Dan ini terjadi secara publik!

JADI, ALLAH EKSIS-KAH?
Sebetulnya, tatkala Allah SWT itu bisu dan tak berkuasa adikodrati, maka sudahlah cukup bukti bahwa itulah allah yang bukan Tuhan, by definition!
Tapi Quran, Muhammad dan Muslim tetap saja mengklaim bahwa ALLAH itu EKSIS, hadir dimana-mana, bahkan Allah dipercaya telah berkata:
“Kami lebih dekat kepadanya (manusia) daripada urat lehernya” (50:16).
Sayangnya itu hanya klaim kosong. Jangankan Allah ada sedekat urat leher setiap mahlukNya, bercakap-cakap satu kalipun tidak pernah Dia lakukan langsung kepada Nabi Terdekat-Nya! Walau nama nabiNya sempat disebutkan 4 kali dalam seluruh Quran, namun tidak seayat pun  Allah ada memanggil dia secara pribadi, berduaan, dan dekat, “Hai, (engkau) Muhammad…” .
Maka Islam tak dapat merujukkan manifestasi kehadiran Allah yang bisa dilihat atau dirasakan oleh Muhammad maupun umatNya. Allah bukan God that speak AND manifest Himself.
Allah-Islam tidak muncul dari eksistensi diriNya seperti yang disifatkan dengan istilah kekekalan “pada mulanya” (Kejadian 1:1, dan Yohanes 1:1), melainkan muncul dari Allah-pagan sesembahan orang tuanya, paman dan kakeknya dll yang tidak pernah masuk Islam, namun yang salah satu Tuhannya termasuk ALLAH (al-Ilah). Muhammad tidak pernah membatalkan sosok Allah pagan yang disembah orang-orang Arab. Ia malahan mengadopsikannya ke dalam Islam bersama dengan segala ritual-pagan seperti yang tampak jelas pada ibadah Haji, yang tidak dikenal oleh para nabi nabi sebelumnya.
Allah Islam dan Allah-pagan ini, Sama NAMANYA, sama KARAKTER-INTINYA.
Keduanya tinggal di BAIT yang sama.
Yang sama-sama bisu tidak berfirman.
Yang sama sama ditakuti dan dislogan sebagai “Yang Mahakuasa”,
tapi yang sama-sama pula tidak menampilkan ujud kuasanya yang bagaimana.
Beda Allah-Islam dengan Allah-Pagan sesungguhnya hanyalah satu bentuk reformasi Godship, ke-allahan yang tadinya politeistis kini secara misterius menjadi monoteis.
Allah Islam yang Esa disimbolkan oleh sisa tunggal hasil penghancuran 359 patung ilah-ilah lainnya oleh Muhammad di seputar dan di dalam Ka’bah. Muhammad menyisakan satu Batu Hitam disudut selatan Ka’bah yang sebelumnya juga merupakan sesembahan para pagan! Tidak ada orang yang tahu kenapa Muhammad menyisakan satu batu-wasiat, Batu Hitam eks-berhala yang pernah memberi dia kehormatan ketika dipindahkan ke sudut Ka’bah. Terlebih lagi kenapa batu itu harus diciumnya sambil memanggil nama Allah kepadanya:
“Labbaik allahuma labbaik” (Ya Allah atas panggilanMu aku datang kepadaMu, Hadis Muslim 1150)?
 
Muslim merefleksikan ini sebagai representasi dan lambang keberadaan ALLAH yang Tawhid. But how the existence of Allah could be represented by an idolized stone? Bagaimana Allah-pagan tiba-tiba bisa “direformasikan” hanya oleh ulah fisik Muhammad yang menghancurkan semua patung berhala kecuali SATU? Lalu yang satu itu boleh merepresentasikan ke-Esa-an Allah yang satu-satunya, yang berazazkan Tawhid? Semua ini hanya memperlihatkan betapa tangan Si dalang telah mewayangkan seorang tuhan yang berasal dari Allah pagan. Dan apabila sosok allah itu “seperti ada”, maka ia hanyalah hasil diada-adakan oleh manusia belaka!
Bandingkan dengan keberadaan Tuhan Alkitab yang menjumpai nabiNya,
yang juga ditegaskan di Quran, apalagi di Alkitab. Lihat betapa Allah hadir, eksis dihadapan para nabiNya:
ADAM, ketika Allah berkata: “Hai Adam… (2:33, 35; 7:19; 20:117, 120 dll)
NUH, dan Allah berkata: “Hai Nuh… (11:46, 48).
IBRAHIM, banyak dialog terjadi langsung… (2:124, 125, 126, 127-131, dll)
MUSA, banyak sekali dialognya menuntun Musa melawan Firaun dll. Cukup dikutib disini, “Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung” (4:164)
ZAKARIYA, doa dan dialog langsung dengan Allah… (19:1-10)
YAHYA, dan Allah berfirman: “Hai Yahya…. (19:12).
ISA/ YESUS, bukan main banyaknya! Namun yang akan dikutib disini terambil dari Injil didua kejadian dahsyat yang berbeda, dimana Bapa Sorgawi muncul menampakkan keberadaanNya dihadapan saksi-saksi mata:
 “…terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: “INILAH ANAK-KU YANG KUKASIHI, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Matius 3:16-17).
“Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.” (Lukas 9:35).

Akhirnya, sesungguhnyalah keberadaan Allah adalah kosong, dan ini diakui diam-diam dalam Buku yang tidak diedarkan lagi, yang berjudul “The Message of the Quran” yang setelah disertifikasi oleh Al-Azhar Al-Sharif Islamic Research Academy di Kairo (pada tanggal 27 Desember 1998), diakuilah oleh otoritas dengan rasa berat bahwa tidak ada bukti apapun untuk keberadaan Allah, dan memang tidak mungkin membuktikan-Nya.

Artikel ini dipetik dari: bacabacaquran.com

Apakah Allah SWT Pernah Eksis?

Apakah Allah SWT Pernah Eksis?

FHTH Miraj Dan Keagamaan Kita

FHTH Miraj Dan Keagamaan Kita


Hari ini, saya melihat agama tiba-tiba serupa dengan partai politik.
Yang dikedepankan adalah perburuan memperbanyak jemaah, kegaduhan menyerang (pihak) yang dianggap salah, seperti perusakan rumah ibadah yang sering terjadi ahir-akhir ini. Tak ubahnya parpol yang dibangun adalah wajah-wajah militan, laskar berani mati, dan kecakapan mengorganisasikan diri. Semakin militan, semakin dianggap religius, semakin berani “menyerang” keluar semakin dinobatkan sebagai pewaris para nabi...


(Dipetik dari tulisan Bp Asep Salahudin, Kompas 16 Juni 2012)

Relevansi Miraj justru terletak ketika sejarah pengalaman keberagaman sekarang jauh panggang dari api dengan nilai-nilai universal dan pesan substansial yang digemakan sang Nabi. Isra Miraj jadi semacam interupsi dari sikap “anomali” kita, dari perilaku keseharian yang kian jauh dari khitah agama yang otentik...

Mendiskusikan khitah agama hari ini justru penting ketika agama sudah kehilangan daya kritisnya. Agama sudah makin terpinggirkan dari kancah dinamika napas kemanusiaan. Andai pun agama hadir, yang acap kali tampil ke permukaan adalah agama yang sudah “dibajak” oleh kepentingan golongan (ormas) agama yang sudah tersandera oleh penafsiran yang serba tertutup, eksklusif. Nyaris yang muncul bukan suara agama seperti digemakan sang Nabi. Yang ada, lebih didominasi suara-suara yang sesungguhnya tak ada kaitannya dengan otentisitas agama, kecuali sekadar hasrat meneguhkan keunggulan kelompok, organisasi, dan laskarnya. Ya, agama yang sudah direduksi.

Hari ini, saya melihat agama tiba-tiba serupa dengan partai politik.
Yang dikedepankan adalah perburuan memperbanyak jemaah, kegaduhan menyerang (pihak) yang dianggap salah, seperti perusakan rumah ibadah yang sering terjadi ahir-akhir ini. Tak ubahnya parpol yang dibangun adalah wajah-wajah militan, laskar berani mati, dan kecakapan mengorganisasikan diri. Semakin militan, semakin dianggap religius, semakin berani “menyerang” keluar semakin dinobatkan sebagai pewaris para nabi...

… Fenomane globalisasi telah menjadi bagian dari budaya dunia (world culture) yang mengusung “budaya pop”. Salah satu tawarannya yang tidak kalah membahayakan dibandingkan dengan fundamentalisme fanatik dan bahaya laten komunisme adalah “agama pasar”. Tentu agama pasar yang menjadi poros kepercayaannya bukan lagi monoteisme dan kepasrahan kepada Sang Kuasa, tetapi dengan sempurna berkiblat kepada daulat uang: “Moneytheisme”…

Dalam agama pasar yang diperbincangkan bukan lagi karisma Tuhan, apalagi kehadiranNya (presence) yang “mengawasi” kita, melainkan tubuh dengan segenap aksesorinya. Tempat ibadahnya tentu bukan lagi di masjid, wihara, gereja, melainkan di mal, supermarket, hypermarket, dan pasar swalayan lainnya...

Ia merasa terpuaskan kalau “orang lain” berdecak kagum tentang aksesori yang dipakainya. Ia akan bangga seandainya orang lain menganggapnya berani berjihad ketika telah merusak tempat ibadah dan sekian tempat yang dianggap sarang maksiat...

Miraj sejatinya… membangun harmoni dengan sesama. Inilah khitah agama. Ini pula pembuktian kebenaran miraj seperti tercermin dalam sabdanya, “Mereka yang mengharap kasih dari langit harus menebar damai di Bumi”

ASEP  SALAHUDIN
Wakil Rektor IAILM
Pesantren Suryalaya
Tasikmalaya

Saturday, February 9, 2013

Mengapa Aku Tobat Dari Islam Liberal?


Mengapa Aku Tobat Dari Islam Liberal?
OPINI | 30 May 2012 | 04:48 http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_baca.gifDibaca: 2909   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/img_komen.gifKomentar: 112   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_nilai.gif6 inspiratif
Dulu, diriku  termasuk anak muda yang mengandrungi pemikiran pemikiran produk Islam liberal, tapi itu dulu, sekarang aku  sudah tobat dari Islam liberal. Tentu ada yang bertanya,mengapa aku memutuskan tobat dari Islam liberal?

Dalam perjalanan hidup aku pernah merasa kebosanan yang amat sangat dengan kajian kajian Islam model lama kemudian tampa sengaja aku menemukan Islam Liberal, mereka menawarkan sesuatu yang ”baru” dalam mengkaji Islam.

Namun setelah ke sini sini aku pun menyadari bahwa ternyata apa yang mereka lakukan tidak lain hanyalah menyontek, ya, Islam liberal memang meniru Yahudi Liberal. Lihatlah bagaimana kaum Yahudi Liberal merontokan pondasi pondasi dasar agama Yahudi, di mana mereka setuju dengan pernikahan sejenis bahkan membuka jasa konsultasi pernikahan sejenis. Menurut mereka agama Yahudi bisa saja di rombak sesuai dengan perkembangan zaman.

Bandingkan dengan Islam Liberal, bagaimana mereka mendukung penuh Irshad Manji seorang aktivis lesbian, para aktivis Islam liberal juga telah menulis sebuah buku aneh yang mereka beri judul,” Indahnya kawin sesama jenis”. Apa enggak serem?

Kedepannya bisa jadi mereka akan merombak ajaran Islam secara besar besaran sebagaimana yang telah di lakukan oleh seniornya dari kalangan Yahudi Liberal. Tanda tandanya udah ada, lihat saja bagaimana mereka secara gigih mendukung RUU kesetaraan gender. Padahal sudah dari sononya laki laki dan perempuan itu beda.

Berbagai pemikiran aneh bin ajaib akan terus mereka keluarkan. Saat ini  banyak generasi muda Islam yang mengagumi Islam liberal, saya kira wajar aja mengingat generasi muda masih dalam proses pencarian.

Bersama kang Iyeng dan kang daniel, dua pemuda Islam yang aku kagumi,terutama kang daniel(berkaca mata) yang selalu membantu panti panti asuhan di tanah air.dok pribadi

Menurutku, Islam ya Islam, enggak ada Islam liberal, Islam moderat atau Islam radikal, itu semua adalah asesoris yang sengaja di tempelkan sehingga Islam tampak mempunyai banyak wajah.
Sekarang aku hanya menjalankan Islam tampa berminat lagi dengan pemikiran pemikiran aneh. PR umat Islam juga menumpuk, mengapa kita begitu asyik dengan dunia pemikiran yang melangit sedangkan kita sekarang masih tinggal di bumi?

Menurutku  menyantuni anak yatim, mengayomi fakir miskin lebih bermamfaat daripada tenggelam dalam dunia pemikiran aneh tapi tampa daya gerak dalam mengentaskan persoalan umat. Umat Islam yang miskin tidak butuh pemikiran aneh tapi mereka butuh uang untuk membeli beras dan minyak sayur.

Daripada tenggelam dalam dunia pemikiran yang aneh aneh mengapa kita tidak menyibukan diri membantu janda janda tua, abang abang becak, mbok mbok yang berdagang sayur. Daripada asyik masyuk dengan berbagai teori yang jelimet tentang Islam lebih baik kita terjun langsung ke lapangan, ikut bersih bersih lingkungan, mungutin sampah di jalanan atau membersihkan sungai sungai kita yang kotornya, nauzubillah.

Ya, sekarang aku lebih suka dengan generasi muda Islam yang mempraktekan Islam secara nyata daripada anak muda Islam yang kutu buku tapi diam saja melihat tetanganya kerja bakti. Aku lebih respek dengan generasi muda Islam yang bersih bersih got daripada anak muda Islam yang bangga paham berbagai teori teori tentang ajaran Islam tapi penampilannya dekil karena jarang mandi.

Aku suka dengan generasi muda Islam yang menjadi solusi nyata bagi lingkungan sekitarnya daripada generasi muda Islam yang asyik berdiskusi sampai pagi sehingga sholat subuhnya  kelewat. Aku senang dengan generasi muda Islam yang kamar kostnya tampak rapi dan bersih walau mereka tidak menguasai filsafat Ibnu Arabi. Daripada generasi muda islam yang katanya sudah banyak membaca teks teks berat tapi kamarnya berantakan seperti kapal pecah.

Sekarang, aku sudah tobat dari yang namanya Islam liberal dan kembali ke pangkuan Islam tampa embel embel.