Get Stories: http://mawarberduri99.blogspot.com

Sunday, March 23, 2014

ANALISIS KONTEKS NASIHAT BIJAK



ANALISIS KONTEKS NASIHAT BIJAK
(Apresiasi terhadap sebuah wacana yang ditulis oleh Asma Nadia di Repubilka Online)


Tulisan ini bermula ketika saya membaca sebuah artikel di Republika Online (ROL), yang ditulis oleh Asma Nadia dengan judul: Nasihat Bijak yang Menyesatkan. Dalam KBBI saya, kata bijak adalah: selalu menggunakan akal budinya; pandai; mahir. Dengan demikian, maka nasihat bijak adalah nasihat yang didasarkan pada kebijakan logika, kepandaian dan kemahiran orang yang memberikan nasihat. Dalam tulisan Saudari Asma Nadia, nasihat adalah ungkapan dari orang tua terhadap anak. Dari guru kepada murid, juga dari orang yang lebih tua (senior) kepada orang yang lebih muda (junior). Maka, jika uangkapan (baca: nasihat) itu menyesatkan, maka tidak pantas lagi untuk diktatakan sebagai nasihat bijak. Lebih pas, kalau diungkapkan sebagai nasihat yang seakan-akan bijak, seolah-olah logis, atau nampaknya baik, tetapi sebenarnya “menyesatkan.”

Lebih jauh mari kita telaah pembahsana berikutnya. Kalimat “Yang penting kaya jiwa daripada kaya harta” atau “tidak perlu kaya yang penting bahagia.” Dalam pemahaman saya, kaya jiwa dan kaya harta adalah sebuah pilihan. Semisal dikatakan, “Anda suka kaya jiwa atau kaya harta?” Jadi, konteknya dalam hal ini lebih personal. Betapa banyak orang yang berharta, tetapi dengan harta yang ia miliki, karena tidak kaya jiwa, maka ia bisa frustasi bahkan yang lebih fatal bunuh diri (na’udzu biila min hadza). Memang, sebisa-bisanya, kita dapat memilih kaya jiwa sekaligus kaya harta. Dan ini adalah purna pilihan dari sebuah konteks penerapan dalam kehidupan. Namun jika tidak, tidak untuk kedua-duanya, maka kaya jiwa jauh lebih baik dari hanya sekadar kaya harta. Karena dengan jiwa yang kaya, maka harta masih bisa kita cari dengan usaha.

“Tidak perlu kaya yang penting bahagia,” ungkapan ini pun saya rasa tidak ada yang salah. Kebahagiaan dan kekayaan tidak selalu berbanding lurus. Bahkan Rasulullah saw, merasa kwatir jika ummatnya diuji dengan kekayaan. Dan beliau tidak merasa kwatir jika ummatnya diuji dengan kemiskinan. Hal ini pun terbukti, dalam sejarah kemunduran Islam, faktor utamanya adalah berkenaan dengan masalah harta, kekayaan, dan jabatan. Namun demikian, ikhtiar kita tentu saja mengacu kepada bahagia dalam kekayaan, atau kaya dalam kebahagiaan.

Rasulullah saw bukan tidak kaya? Benarkah? Kalau begitu Rasulullah saw kaya? Secara pemerintahan, Rasulullah saw mempunyai akses keuangan yang sangat luar biasa. Benar memang. Tetapi, kalau Beliau dikatakan sebagai orang kaya, sebentar dulu. Dalam sejarah kenabian kita, sudah tidak asing lagi, bagaiman kondisi rumah tangga Beliau. Bisa jadi hari itu Beliau berpuasa, hanya karena tidak ada sarapan di pagi harinya. Bahkan suatu ketika, Beliau mengganjal perutnya dengan bongkahan batu, hanya karena Beliau ingin menahan rasa lapar. Masih pantaskah Rasulullah saw dianggap kaya? Jika pun pada saat Beliau tidur, bekas pelepah kurma masih terlihat di tubuhnya. Seorang pemimpin (tertinggi) tidur beralaskan pelepah kurma? Berbeda jika Beliau berada di pihak rakyat, sebagai pemimpin pada masanya. Maka, dengan kebijakan ekonomi yang Beliau punya, tidak sedikit dari orang-orang kaya di sekitar beliau yang rela untuk mentasharrufkan (membelanjakan) hartanya di jalan fisabilillah. Secara pemerintahan, pada saat itu Islam berada dipuncak ‘ekonomi’ yang paling mengesankan.

“Rezeki tidak keman” atau “Memang Belum Rezeki.” Saya memahaminya sebagai ungkapan atau nasihat agar seseorang tidak tamak. Apa pun harus ia lakukan, dengan beragam cara, untuk memperolah rezeki. Tentu model karakter personal yang seperti ini tidak dipandang baik. Setidaknya, sebelumnya terdapat ungkapan pengantar, “Jangan terlalu berlebihan dalam bekerja. Seimbangkan dengan istirahat, shalat, dan juga untuk keluarga. ‘Rezeki tidak akan keman, kok!’”  Atau juga bisa diberi pengantar,”Jangan berputus asa. Usahakan lagi dan lagi. Jangan lupa berdoa, karena itu ‘Memang Belum Rezekimu!’” Ungkapan ini lebih kepada nasihat seseorang kepada orang yang diberi nasihat agar tidak berputus asa dalam mencari rezeki. Sehingga, ia (yang diberi nasihat) tetap semangat, berusaha, juga tidak lupa berdoa.

“Kalau jodoh nggak kemana” atau “Memang bukan jodoh.” Dalam sebuah keterangan (Hadits?) dijelaskan bahwa ada 3 hal yang telah ditentukan oleh Allah swt dari sejak azali. Yaitu rezeki, mati, dan jodoh. Maka ungkapan ‘Kalau jodoh nggak kemana’ atau ‘Memang bukan jodoh,’ adalah nasihat kepada seseorang yang telah berusaha maksimal, dengan segala daya untuk mendapatkan si dia, akan tetapi pada akhirnya ia gagal. Maka, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, semisal frustasi, tekanan batin, atau bahkan bunuh diri, dan bisa jadi mengeluarkan jurus ‘perdukunan’, maka ungkapan atau nasihat di atas, rasa-rasanya pantas untuk diberikan. Tentu saja, konteks permasalahannya bukan kepada keputusasaan, untuk tidak berbuat banyak demi mendapatkan harapan ‘cinta’ yang ia inginkan.

“Tuhan saja memaafkan.” Nasihat ini tidaklah salah. Karena sudah jelas Tuhan itu bersifat Al Ghaffar (maha pengampun). Tentu saja konteksnya akan lain, jika kalimat bijak (benar-benar bijak) ini dimaksudkan untuk hanya sekadar alibi terhadap sebuah kesalahan. Misalnya, seseorang selalu berbuat salah, dan selalu meminta maaf. Setelah maaf diberikan, lagi-lagi ia berbuat salah. Maka, orang dengan karakter seperti ini tentu tidak dalam konteks pembahasan maaf memaafkan. Intinya, memaafkan kesalahan orang lain itu sebuah hak, sedangkan meminta maaf atas kesalahan diri adalah sebuah kewajiban. Orang tidak akan dikatakan jelek, andai saja ia menggunakan haknya.

Akhirnya, tulisan ini tidak dimaksudakan sebagai pembanding dalam sebuah wacana atau artikel. Hanya sebagai bentuk menemukan korelasi yang benar terhadap sebuah uangkapan/nasihat. Dan tulisan ini, bukan sebuah kebenaran mutlak, karena mutlak benar itu adalah tidak mungkin, sedangkan kebenaran mutlak hanya milik Allah swt. Jabarkan sebuah nasihat bijak, sesuai dengan konteks personal yang kita hadapi. Insya Allah, wallahu a’lam bisshawab.


Sumenep, 23 Maret 2014


Monday, March 17, 2014

SAMBUTAN UNTUK DUTA JUARA



SAMBUTAN UNTUK DUTA JUARA
 
Melinda, Zihan, Rizka, dan Nindia
Senin pagi. Tanggal 17 Maret 2014, SMPN 1 Masalembu tidak mengadakan Upacara Bendera. Hal ini terjadi karena adanya pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS) untuk kelas 7 dan kelas 8.   
 
Imam, Darul, Rifki, Ihza, Hifni, dan Rizal
Pagi, sebelum pelaksanaan ujian, saya bertemu dengan Jihadal Amanah, yang biasa dipanggil Adah, di depan kelasnya. Semburat kebahagiaan memancar dari raut wajah sumbringah. Aura kegembiraan, karena apa yang ia inginkan selama ini, belajar dan berlatih, tidaklah sia-sia. Adah memperoleh juara 2 dalam lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).

"Bapak, Assalamu'alaikum," sapanya saat saya berpapasan di pagi ceria itu.
"Wa'alaikum salam. Selamat, ya!" Jawab saya. Adah pun salaman, mencium tangan saya sebagai rasa hormat. Perasaan saya begitu berkesan, melihat etika dari siswi yang satu ini. Rendah hati, dan jauh dari terkesan angkuh. Harapan saya, semua siswa-siswi saya memiliki karakter akhlakul karimah.
 
Bersama dewan guru setelah penyerahan hadiah dan piagam
Saya masuk ke kantor. Sudah ada beberapa guru yang datang. Riska Sari dan Royna Zihan datang. Mereka bersalaman dengan saya. Juga dengan guru-guru yang lain. Wajah sumbringah, terpancar dari kedua duta juara ini.

Sedianya, pagi ini akan diadakan penyambutan duta para juara. Namun, karena satu dan lain hal, sambutan untuk para juara ditunda. Rencananya keesokan harinya. Selasa, 18 Maret 2014, sebagai ungkapan rasa syukur, serta harapan untuk menjadikan apa yang telah kita raih, menjadi sebentuk keniscayaan untuk lebih baik di masa yang akan datang.
 
Penyerahan hadiah oleh Kepala Sekolah
Selasa pagi. Cuaca begitu cerah. Mentari bersinar gagah. Jam 6 siswa-siswi sudah berdatangan. Kemaren sudah diumumkan, bahwa pagi ini akan diadakan upacara penyambutan para juara. Jawara intelektual, serta para punggawa Sepak Takraw, yang telah merbakkan lembaga, akan disambut dengan upacara. Hanya sebatas unjuk kebolehan, bahwa setiap kemauan jika diiringi dengan usaha maksimal, setidaknya akan melahirkan jiwa juara, paling tidak, juara sekaligus jawara untuk diri sendiri.

Suasana di lapangan pun ramai. Semua siswa berkumpul dan membentuk barisan. Sebentar lagi, acara penyambutan dan sekaligus penyerahan hadiah akan segera di laksanakan. Maka, sebentar kemudian susunan acara pun dimulai. Dari awal hingga sampailah pada saat penyerahan hadiah. Sebelumya, Kepala Sekolah, Bapak Gatot Rudy Asmu’i, S. Pd. memberikan kata sambutan untuk para duta juara. Juga untuk semua siswa tanpa kecuali.
 
Sambutan Kepala Sekolah


“Upacara ini adalah luar biasa. Tidak sebagaimana biasa, karena dalam pelaksanaan upacara ini dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur, sekaligus tafakur untuk menjadikan kita lebih baik, dan lebih siap untuk menghadapi kompetisi di masa yang akan datang,...”

Tepuk tangan pun riuh membahana, ketika para duta juara dipanggil satu persatu menuju tempat yang telah ditentukan. Disaksikan para dewan guru, staff Tata Usaha, siswa dan siswi semuanya tanpa kecuali. Mereka memberikan applous, sebagai bentuk dukungan terhadap rekan mereka yang telah mewakili lembaga, dalam kancah percaturan intelktual dan Olah Raga. Semuga mereka, semua anak didik saya mencapai apa yang mereka cita-citakan. Amin!

Sumenep, 18 Maret 2014



Friday, March 14, 2014

DUTA PARA JUARA



DUTA PARA JUARA


Beberapa hari yang lalu, tepatnya Kamis,   6 Maret 2014, siswa-siswi saya berangkat dari dermaga Masalembu menuju dermaga Kalianget. Kali ini, mereka sebagai utusan, duta, dari SMP Negeri 1 Masalembu untuk ikut dalam lomba OSN (Olimpiade Sains Nasional)  tingkat Kabupaten Sumenep. Mereka berbekal 'kecerdasan', paling tidak sebagai juara di lembaga mereka sendiri. Mencoba membelah ganasnya ombak, terjangan badai, sebagai eksistensi akan lembaga pendidikan formal, nun jauh di seberang. Pulau kecil, terpencil, sekaligus 'punya andil'. Hehee,...wat magawat!


Mereka adalah, Riska Sari (Biologi), Melinda Shilatil Fauziyah (Matematika), Anindia (IPS), dan Royna Ziyan Zakiyah (Fisika). Di samping itu pula, ada kelompok sepak takraw dan peserta lomba tilawatil Quran. Untuk yang terakhir pesertanya adalah Jihadal Amanah, dari kelas 7-1.

Dengan kemampuan akademik yang mereka miliki, tidak sebatas pada lomba OSN saja, mereka juga dipersiapkan untuk lomba yang lainnya. Seperti Melinda, misalnya, ia juga dipersiapkan untuk mengikuti lomba desain batik. Riska Sari juga dibina untuk mengikuti lomba cipta puisi.

Satu hal yang masih membekas di benak saya, ketika mereka pamit bersalaman sambil mengatakan, “Sir, pray me for this competition,” sebuah kalimat pengharapan bahwa apa yang mereka emban, untuk keberadaan lembaga pendidikan tercinta, setidaknya tidak mengecewakan, membawa nama baik di rantau, dengan perilaku dan akhlakul karimah.

Dengan perasaan haru, serta pengharapan yang meruah saya jawab, “Sure, I do pray for your success!” Hehee,...padahal sebelumnya, mereka saya marahi karena agak ribut di kelas saat saya menjelaskan sebuah materi Fisika. Maklum, sebentar lagi mereka harus siap-siap berangkat menuju dermaga. Hanya saja, mereka tidak ingin melepas kesempatan sekadar untuk sebuah pelajaran yang saya berikan.

Beberapa hari kemudian, untuk cipta puisi, lomba dilaksanakan pada hari Selasa, 11 Maret 2014. Saya ditelepon Kepala Sekolah, Gatot Rudy Asmu'i, S. Pd. bahwa peserta dari SMP Masalembu dapat juara II. Tentu saja, serta merta saya, sebagai Pembina dalam cabang lomba ini mengucap syukur.

"Alhamdulillah,..."  Rasanya tidak sia-sia saya, juga teman-teman guru yang lain, yang selama ini mengadakan pembinaan, meski kurang maksimal karena terbentur oleh persiapan OSN dan lain semacamnya (mendekati UTS). Riska Sari dalam perpuisian punya talenta. Jika dikembangkan dengan baik, tidak menutup kemungkinan, akan lahir sastrawati dari pulau kecil, Masalembu.

Tidak cukup sampai di puisi, di cabang MTQ pun, Jihadal Amanah meraih prestasi. Ia mendapatkan juara 2 dalam cabang lomba ini. Dan tidak kalah prestisenya, cabang olah raga sepak takraw, tidak tanggung-tanggung, mereka menyabet juara 1 tingkat umum, juara 1 tingkat SLTP, dan juara 2 tingkat SLTP (SMP 1 Masalembu mengeluarkan 2 grup dalam cabang sepak takraw ini).

Semangat telah menguasai jiwa mereka. Siswa-siswi SMPN 1 Masalembu, sebagai duta prestasi, berusaha untuk memberikan yang terbaik. Demi nama baik lembaga, sebagai eksistensi adanya sekolah yang berdomisili di daerah terpencil, tapi tidak mau kalah dalam hal prestasi.

Tentu saja, capaian prestasi ini tidak untuk dibangga-banggakan (baca: sombong). Akan tetapi, sebagai ungkapan rasa syukur, bangga, serta kegembiraan yang meruah, bahwa dari jauh, di seberang samudra, di balik laut lepas, terdapat lembaga pendidikan yang anak didiknya perlu diperhitungkan. Semoga, semua capaian prestasi ini menjadi penyemangat untuk semua siswa, para pendidik, serta masyarakat Masalembu tanpa kecuali. Bahwa kwalitas lembaga pendidikan kita, bertaraf baik. Harapan ini, mudah-mudahan mendapat Ridha dari Allah swt.

Sebagai perwujudan, "Lain syakartum laazidannakum, walaing kafartum, inna 'adzabi lasyadid; andainya kalian bersyukur, maka akan Aku tambahkan nikmat, dan andainya kalian ingkar, maka (ketahuilah) bahwa siksa-Ku teramat pedih". Alquran.

Maka saya ucapkan, "Selamat datang para duta prestasi, semangatmu adalah sebuah kebanggan!" Harapan saya, kesuksesan ini menjadi sebentuk motivasi untuk terus berbuat lebih, untuk generasi gemilang di masa yang akan datang.

“Anakku, di pundakmu aku berharap kesejahteraan bangsa ini!”

Sumenep, 15 Maret 2014
_______________________
Nama-nama peserta lomba:
||Melinda Shilatil Fauziyah||Royna Ziyan Zakiyah||Rizka Sari||Anindia||Jihadal Amanah||Ihza Hanif Rofiful||Imam Busairi||Moh. Darul||Moh. Rifkiyanto||Hifni Aminullah||Ahmad Rizal S.||

Monday, March 10, 2014

Immers, I miss you!

Immers, I miss you!
Direktur (mantan) dengan Kelas Imersi angkatan 2
Ternyata, kelas Imersi (unggulan) menyisakan kenangan tersendiri dalam benak dan pikiran saya. Beberapa waktu yang lalu, sekitar 6 bulan dari sekarang, saya masih disibukkan dengan klas unggulan, kelas imersi, di SMP Negeri 1 Masalembu. Kelas ini telah banyak memberikan kenangan. Memoria yang tidak bisa begitu saja saya lupakan. Sungguh, saya mencintainya, dan saya merindukannya.
Kelas ini telah meruntuhkan seluruh persendian cinta saya. Luruh di beranda rindu yang teramat dalam. Masih jelas terngiang di pendengaran saya, celoteh ‘cas-cis-cus’, anak-anak kami di taman sekolah. Berbahasa Inggris, berkomunikasi aktif sebagai bentuk realisasi dari teori bahasa yang mereka pelajari. Canda mereka, tawa mereka. Serta senyum tulus dari anak-anak saya yang begitu alami. Di antara suasana ‘nginggris’ yang begitu kental. Tetapi, itu semua tinggal kenangan. Lesap, terhapus oleh egoisme personal, atau tergenjet oleh lakon peraturan yang nyata-nyata tidak teratur.
Kelas Bahasa Inggris

Foto bersama setelah sesi class practice
Biasanya, pagi-pagi sekali sebelum masuk kelas, kelas Imersi melaksanakan shalat Dhuha. Shalat sunah ini dibiasakan sebagai model pencerahan Ilahiyah, terhadap anak didik yang telah berusaha untuk berbuat yang lebih baik. Sebagai model sekaligus modal untuk senantiasa dekat dengan sang Khalik. Juga, sebagai sumbangsih spiritualisme terhadap kedua orang tua yang mencari rizki untuk kelangsungan pendidikan mereka, kehidupan mereka di masa yang akan datang. Bahkan, shalat Dzuhur berjamaah pun dilakukan di mushalla SMPN 1 Masalembu. Sehingga, kondisi ruang ibadah ini terjaga, bersih (karena dibentuk piket kebersihan), dan penuh dengan nuansa religi.
Di RRI utusan kelas imersi untuk Smart Contest (Novi, Liza, dan Ida)
Lebih dari itu, Bapak Hubaidi, S. Pd. MM, direktur Kelas Imersi selalu memantau anak-anak ‘khusus’ ini untuk selalu qiyamul lail. Berjaga di seperempat malam. Dengan SMS yang tentu saja memberikan nilai lebih untuk sebuah dasar pemaknaan akan kehidupan bergama. Bentuk perhatian yang sangat toleran ini, memberikan bekas yang begitu mendalam di hati masing-masing siswa. Dan mereka, dengan suka rela melaksanakan realitas makna ayat: Waminallaili fatahajjad bihi nafilatan lak. ‘Asa an yab’atsaka Rabbuka maqaman mahmuda. (Dan sebagian malam maka hendaknya kamu melaksanakan shalat tahajjud. Semoga Tuhanmu akan mengangkat derajatmu ke tingkat yang lebih tinggi). Al-quran.

Tetapi, saat ini, mushalla itu lengang. Kotor, dan serasa tidak terurus. Menangis di antara keliaran anak-anak yang hanya lewat di sampingnya. Entahlah! Mungkin tidak harus disamakan dengan kandang kambing. Karena, sewaktu-waktu, mushalla ini masih bisa digunakan untuk sesuatu yang berkenaan dengan hari-hari besar Agama.
Tentu, yang paling diuntungkan adalah Imersi angkatan pertama. Karena mereka, selama 3 tahun di SMP, mengikuti secara tuntas program Imersi. Mereka kini telah pergi. Pergi untuk menggapai cita-cinta yang mereka inginkan. Mereka tersebar di seantero ujung alam. Menekuri beragam kegiatan, yang tentu saja masih terus bergelut dengan dunia pendidikan.
Ah, sungguh! Saya rindu dengan celoteh mereka. Saya rindu dengan cuap-cuap Bahasa Inggrisnya. Saya rindu dengan shalat jamaahnya. Dalam irama kebersamaan, mereka khusyuk, bersujud kepada Yang Maha Esa. Menyatukan pola pikir dan dzikir. Sebuah pemaknaan hidup yangh tidak semata-mata mengedepankan logika. Tetapi, makan ritualitas yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Anakku! Rindu Bapak kepadamu, adalah rindu yang terus menggebu. Menghantam dinding hati yang kemaruk dengan celoteh ‘nakal’ pikir dan dzikirmu!”
Kelas Imersi kini tinggal kenangan. Sudah habis, lenyap. Tersebab oleh peraturan (yang mungkin sangat tidak teratur?). Padahal, Imersi ada tidak diikat oleh sebuah aturan yang absolut. Tetapi, terlahir dari sebuah pemikiran untuk menjaring siswa-siswi yang berkompeten di dalam sebuah pendidikan plus. Nyatanya, di akhir babak lakon drama kehidupan Imersi, sungguh, tragis, dan miris. Subhanallah!
Bagaimana pun, telah diupaya-dayakan sebuah keinginan untuk melahirkan generasi ‘kuat, gawat’. Jika pada akhirnya terbersit nilai-nilai ‘negatif’, itu bagian dari skenario alam, yang seharusnya tetap diupaya-dayakan, dan dieksiskan untuk menggapai nilai yang lebih baik.
Akhirnya, saya mngucapkan selamat jalan kepada semua siswa-siswi kelas Imersi angkatan pertama. Di pundak kalian generasi gemilang selalu menanti. Bapak hanya bisa berharap, semoga kalian semua, dapat mencapai apa yang kalian harapkan. Jangan lupa, doakan Bapak dalam setiap sujud malammu!
Dan, kepada generasi Imersi angkatan berikutnya, maafkan Bapak! Bapak tidak bermaksud untuk mengkebiri dalam marjinalitas pendidikan kalian. Namun, jalan takdir telah menggariskan titian kehidupan pendidikan yang kita hadapi. Semoga kamu sekalian tidak tergerus oleh zaman kealpaan dan kepalsuan. Bapak titipkan, generasi pendidikan yang kian berkibar di seantero negeri! Sungguh! Bapak cinta kalian semua! Immers, I Love You!

Sumenep, 10 Maret 2014
Nama-nama siswa/siswi kelas Imersi angkatan pertama:
||ACHMAD ROME CHOLIL||DANIEL ILAHI ROBY||EDY FAERUS||FAUZI ALI IQBAL||FEBRI JAFRIYA FINURI||FERA MAULIDINA WIDANTI||HASNIS SIBLI||IDA KHUSMAWATI||ILHAM JAYA KUSUMA||IZZA RIZAL MAULANA||LAILATUZ ZAHROH||MIA RETNOSARI AGUSTINA||MOHAMMAD HABIBULLA||MURNIYATI||NOVIA ALBANIA|| NURUL INAYAH|| NURUL PUJIATI ARDI||RANA MUSZAELA||REZA AR RAODATUL YULANDA||SHONIA AGUSTINA||SITI NURHALIZA||USSISA ALATTAQWA||USWATUN HASANAH||ZAHRATUL UMAMAH||ZIHAN YULANDIA HAND'S||