MAMA, MAAFKAN ARINI!
Arini sangat marah. Ia tidak tahu kenapa
mama selalu melarang dia untuk bepergian sendiri. Padahal Arini sudah merasa
dewasa. Sudah bisa menjaga dirinya sendiri. Apalagi dia sudah punya dasar-dasar
bela diri. Jadi tidak perlu was-was dan tidak usah terlalu kwatir.
''Arini, kamu itu perempuan. Jadi jangan
keluyuran sendirian'' kata mama suatu hari ketika Arini pamit sama mama untuk
bermain ke rumah temannya.
''Bukan keluyuran Ma. Tapi bermain ke rumah
Dita, teman Arini. Lagi pula di sana Arini bisa belajar bersama kok''. Arini
beralasan. Berusaha membujuk mamanya supaya diijinkan pergi. Tapi mama tetap
tidak mengijinkan.
Arini sewot dan kesal. Ia berpikir yang
tidak-tidak. Berpikir kalau mamanya tidak cinta kepadanya. Berpikir kalau mama
tidak sayang kepadanya. Itu karena ia ingin sedikit kebebasan. Bebas pergi
kemana-mana tanpa harus ada yang mengawasi.
Arini tetap tidak terima. Apapun alasan
mama, Arini selalu manilai kalau mama tidak adil. Dia juga ingin kebebasan.
Ingin berjalan-jalan sendirian. Tanpa harus diantar kak Rudi. Tanpa harus
dibarengi papa. Pokoknya, Arini ingin pergi ke manapun sendirian. Arini sudah
merasa dewasa. Sudah bisa menjaga diri sendiri.
Sebenarnya, Arini masih gadis ingusan.
Masih terlalu kecil untuk dibiarkan pergi kemana-mana sendirian. Arini sekarang
baru kelas delapan SMP. Umurnya pun baru menginjak tahun ke 15. Jadi pantaslah
kalau mama masih menganggap Arini anak kecil. Mama merasa was-was kalau harus
terjadi apa-apa yang tidak diinginkan terhadap anak gadisnya ini. Apalagi zaman
sekarang, banyak sekali cara orang jahat untuk melakukan aksinya.
Sebenarnya Arini bukan anak nakal. Di
sekolah pun ia tergolong pintar, tidak pernah berbuat keributan. Patuh dan
sopan kepada gurunya. Tidak pilah pilih teman. Arini orangnya cantik. Tinggi
semampai. Sekitar 160 cm tinggi tubuhnya, dengan berat badan proporsional.
Arini hanya ingin mandiri. Kebebasan yang
ia inginkan adalah sebuah kepercayaan. Dipercaya bahwa dirinya mampu untuk
menjaga jenis kemungkinan yang tidak baik.
Di sekolah Arini juga ikut ekstra
kurikuler. Tidak tanggung-tanggung, ia ikut ekstra bela diri. Nah, dasar bela
diri inilah Arini merasa mampu untuk mempertahankan diri dan kehormatannya.
Sebuah egoisme yang harus ditata ulang.
Pada suatu hari. Tanpa sepengetahuan
mamanya Arini pergi dari rumah. Semula ia hanya ingin pergi saja dari rumah.
Tanpa tujuan. Maunya Arini ingin merasakan kebebasan. Tanpa harus diawasi.
Arini ingin menunjukkan pada mama, bahwa ia mampu menjaga diri. Ia bisa melindungi
dirinya sendiri dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Entah sudah berapa jauh Arini berjalan. Dan
tetap tanpa tujuan. Ia menikmati kesendiriannya kali ini. Dan ia bangga dengan
apa yang ia lakukan. Ia tidak tahu kalau mama di rumah sangat gelisah. Mama resah
karena anak gadisnya tiba-tiba pergi entah kemana.
Tidak terasa, hari sudah menjelang magrib.
Sebentar lagi malam akan menjelang. Arini lupa dengan keadaan. Ia tidak merasa
kalau hari sudah malam. Atau ia pura-pura tidak tahu kalau saat ini sudah gelap.
Arini memutuskan untuk kembali. Tiba-tiba
ketakutan merasuki pikirannya. Ia merasa takut dengan keadaan. Ia merasa takut
kalau dimarahi mama. Ia pun bergegas untuk segera kembali.
Tapi apa yang terjadi? Tiba-tiba di tengah
perjalanan pulang, segerobolan anak muda menghadang perjalanannya. Arini pun
terkejut. Kebetulan di tempat itu suasana sepi. Tidak ada gunanya ia berteriak.
''Ha ha, mau kemana gadis manis?'' Salah
seorang dari mereka yang paling besar, mungkin pimpinannya, menyapa Arini.
Arini tidak mengubris. Tapi ia waspada kalau-kalau ia harus bereaksi keras. Apa
pun yang terjadi, ia harus melawan. Karena menangis pun tidak ada gunanya.
Salah seorang yang lain mencoba menjewel
pipi cantik Arini. Tapi dengan cekatan Arini berkelit. Hingga hanya ruang
kosong yang terjamah anak brengsek ini.
''Wah, rupanya gadis ini mau melawan kita''
kata yang ceking.
''Mau melawan? Ha ha, bolehlah kita
main-main dulu'' sahut si gembrot sambil lebih mendekat ke arah Arini.
Kini Arini paham terhadap larangan mamanya
selama ini. Ternyata di luar sana banyak sekali kejahatan yang harus dihadapi.
Kalau tidak benar-benar siap, kita bisa-bisa dijadikan mangsa oleh orang-orang
jahat. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Sekian lama Arini mencoba mempertahankan
diri. Tapi dengan lawan sebanyak itu, akhirnya Arini tidak mampu bertahan lama.
Tidak terlalu banyak guna dasar-dasar bela dirinya.
Akhirnya anak-anak berandalan itu dapat
meringkus Arini dan membawanya ke suatu tempat. Entah tempat apa ini? Sebuah
rumah kosong yang tak berpenghuni. Rupanya tempat ini biasa dijadikan tempat
pesta anak-anak nakal berandalan.
Kedua tangan Arini diikat. Mulutnya
disumpal dengan kain. Ia tidak bisa berbuat apa-apa? Dari kedua matanya menetes
butiran air mata. Ia menyesal telah melanggar larangan mama. Ia menyesal telah
pergi sendirian tanpa seijin mama. Tapi, penyesalan ini sia-sia. Ia tidak tahu
apa yang akan terjadi dengan dirinya. Ia tidak bisa membayangkan, kalau nanti
dirinya digilir oleh kelima pemuda bajingan ini. Sungguh ia tidak rela. Tapi
nasi telah menjadi bubur. Sesal kemudian tiada guna.
Salah seorang dari mereka mendekati Arini.
Mengelus pipinya. Meraba buah dadanya. Arini bergeming, mencoba menghindar.
Tapi yang dapat ia lakukan hanya menyentakkan kakinya, menendang si jangkung
ini sekuat tenaga. Si jangkung ini pun terjengkang ke belakang.
Tapi si keparat ini tidak kapok. Ia kembali
mendekati Arini. Memegang pipinya lagi. Bahkan kini ia telah berusaha untuk
membuka baju dan celana Arini. Arini meronta. Tapi beberapa teman penjahat ini
membantu. Jadilah Arini kini setengah telanjang. Ia hanya terus meronta,
menangis, menyesal, berkecamuk dalam pikirannya.
''Mama, maafkan Arini Ma'' hati kecil Arini
menyebut mamanya. Tapi penyesalan kali ini sudah tidak berguna. Sebentar lagi
hal yang tabu dalam kehidupan dirinya akan terjadi.
''Ya Allah, lindungi hamba-Mu ini'' doa
Arini untuk yang kesekian kalinya.
Tiba-tiba pintu rumah tak berpenghuni ini
di dobrak.
''Braakk,....jangan bergerak'' beberapa
orang polisi masuk. Kelima gerombolan penjahat itu tidak berkutik. Mereka semua
angkat tangan. Satu persatu dari mereka diborgol dan dimasukkan ke mobil
tahanan.
Dari belakang polisi, tiba-tiba mama, papa,
dan kak Rudi masuk. Serta merta Arini menghambur ke pelukan mama. Arini
menumpahkan segala penyesalannya. Ia minta maaf pada mama. Pada papa dan juga
kak Rudi.
''Maafkan Arini Mama'' hanya itu yang
terucap dari mulut Arini. Ia tidak mampu berkata apa-apa lagi untuk menghapus
penyesalannya. Ia benar-benar kapok, menyesal, dan berjanji tidak akan
mengulangi lagi. Arini tidak akan menentang perintah mama lagi. Ia akan patuh
pada mama.
Dengan masih dalam tangis dan penyesalan,
Arini dan keluarga pulang. Avanza silver mobil papanya yang membawa mereka
pergi. Di mobil mama terus memberikan nasihat pada putrinya, Arini. Bahwa
larangan mama bukan untuk siapa-siapa. Tapi untuk keselamatan diri Arini.
''Apa yang mama katakan adalah untuk
keselamatan dirimu juga Nak'' nasihat mama tak henti-hentinya.
''Ya Ma. Maafkan Arini Ma!'' kata Arini
untuk kesekian kalinya.
Setelah sampai di rumah, baru Arini tahu
bahwa yang mengabarkan keadaan dirinya adalah teman dekatnya Dita. Kebetulan
Dita dan keluarganya berkunjung ke rumah kerabatnya. Dan ditengah jalan Dita
melihat Arini sedang diseret oleh segerombolan pemuda nakal. Setelah dipastikan
kemana Arini dibawa, akhirnya papa Dita menghubungi polisi. Kemudian dia juga
menghubungi keluarga Arini.
Mengetahui hal yang demikian, Arini pun
berterima kasih pada sahabat karibnya itu, juga kepada papa dan mama Dita.
''Terima kasih Dita. Engkau telah
menyelamatkan kehormatanku'' kata Arini kepada Dita sahabatnya. Juga kepada
mama dan papa Dita, Arini mengucapkan terima kasih atas bantuannya.
Arini sudah memahami apa yang diinginkan
mama. Arini berjanji akan selalu waspada dikemudian hari, dan akan selalu patuh
pada mama dan papanya. (Sumenep, 31 Oktober 2012)