MODEL MEDIA PEMBELAJARAN KOMPREHENSIF :
STRATEGI MEMAKSIMALKAN MEDIA PEMBELAJARAN
DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
Pendahuluan
Pendidikan
Pendidikan dalam
arti luas adalah sebuah manajemen individu, intra individu, atau interaksi
sosial terhadap alam lingkungannya
sehingga terbentuk sebuah komunitas yang cenderung kepada sebuah perbaikan.
Perbaikan yang dimaksud adalah adanya integralisasi etike,
estetika, kometmen, sosial, dan setiap jenis nilai positifisme. Dalam
pengertian ini pendidikan atau suatu ajaran yang menjurus kepada nilai negatif,
maka bukan dikatakan sebagai pendidikan.
Jean Peaget, 1896-1980, mengatakan bahwa pendidikan, bagi sebagian besar
orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa,
(sebaliknya) bagi saya, pendidikan berarti menghasilkan pencipta, sekalipun
tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan
penciptaan yang lain.[1] Dari definisi
ini jelaslah bahwa yang dimaksud pendidikan adalah upaya realistis dalam
pemberdayaan logika anak didik sehingga tersipta swadaya formulasi yang
menghasilkan daya cipta yang optimal. Menurut Peaget, sekalipun tidak banyak,
sekalipun suatu penciptaan yang dibatasi oleh pembanding dengan penciptaan yang
lain, ini merupakan optimisme cipta karya yang dengan sendirinya anak didik
akan menemukan jati dirinya. Dalam pengertian lain, diharapkan anak didik bukan
hanya memahami rumus Phytagoras, akan tetapi diinginkan adanya aktualisasi
konsep dari rumus tersebut atau bahkan dapat menyempurnakan format temuan yang
pada saat ini mungkin sudah harus ada penyempurnaan.
Pendidikan
didefinisikan Peaget sebagai penghubung dua sisi, “di satu sisi, individu yang
sedang tumbuh (dan) di sisi lain, nilai sosial, intelektual, dan moral yang
menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut”.[2]
Bahkan, menurut
Jerome S. Bruner,[3]
pendidikan bukan sekadar persoalan teknik pengolahan informasi, bahkan bukan
penerapan teori belajar di kelas atau menggunakan hasil ujian prestasi yang
berpusat pada mata pelajaran (subject
centered achievement testing).
Akan tetapi pendidikan merupakan usaha yang kompleks yang di dalamnya tercakup
banyak peranan untuk menghasilkan tujuan pendidikan itu sendiri. Baik peserta
didik, pendidik ataupun media pendidikan yang harus benar-benar terukur dan
terstruktur.
Menurut John I
Goodlad,[4]
ada tiga kriteria yang harus diintegralkan dalam pendidikan :
1.
bahwa
pendidikan merupakan penyampaian (transmision)
sesuatu yang berharga kepada mereka yang terikat dengannya
2.
bahwa
pendidikan harus mencakup pengetahuan dan pemahaman serta semacam perspektif
kognitif yang tidak lembam
3.
bahwa
pendidikan setidaknya mengesampingkan sebagian prosedur penyampaian karena
tidak memiliki kesadaran dan kerelaan
Belajar dan pembelajaran
Belajar adalah
sebuah aksi dari sebuah reaksi yang disebut dengan pembelajaran. Jadi antara
belajar dan pembelajaran terdapat intraktif komunikatif, sehingga terjalin
sebuah komunikan saling ketergantungan. Belajar memerlukan pembelajaran karena
di dalamnya terdapat proses, sedangkan pembelajaran adalah beragam teknik dan
model yang harus diterapkan guna memperoleh hasil yang maksimal.
Berikut ini
beberapa difinisi belajar dalam monoarti dengan pembelajaran. Menurut Manshur
Muslich[5]
dalam “KTSP : Pembelajaran Berbasis
Kompetensi dan Kontekstual” menjelaskan bahwa pengertian belajar : Cronbach
(1954) mengatakan “learning is shown by a
change in behaviour as result of experience” bahwa belajar dapat dilakukan
secara baik dengan jalan mengalami.
Menurut Spears :[6]
“learning is to observe to read, to
imited, to try something themselves, to listen, to follow direction”, bahwa
belajar adalah sebuah observasi pengalaman, membaca, meniru, mencoba sesuatu
dengan sendirinya, mendengar serta mengikuti sebuah petunjuk yang benar. Jadi
secara makro belajar itu harus menyeimbangkan keseluruhan panca indra.
Robert M. Gagae,[7]
“learning is a change in human
disposition or capacity, wich persists over a period time, and wich is not
simply ascribable to process of grouth”. Belajara adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia
setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses
pertumbuhan saja.
Lester D. Crow
and Alice Crow mendefinisikan, “learning
is the acquisition of hebits, knowledge and attitudes” belajar adalah upaya
untuk memperoleh kebiasaan, pengetahuan dan sikap.
Belajar adalah
kemajuan moral karena merupakan asketisisme, mengurangi egoisme dan memperluas
konsepsi kita tentang kebenaran, juga memberikan visi yang lebih dalam, lebih
tajam, dan lebih bijak tentang dunia. Apa yang diajarkan di sekolah yakni
memberi perhatian dan mengerjakan semuanya dengan benar. Kakuatan kreatif
memerlukan kemampuan studi intelektual dan keterampilan menghasilkan kualitas
kesadaran baru, kedalaman persepsi, dan kemampuan mengamati. Semuanya mengubah
keinginan, gerak naluriah keinginan dan keengganan kita. Memberi perhatian
berarti peduli, yakni belajar untuk ingin belajar (Simone Weil, 1909-1943).[8]
Pengertian Mengajar
Apa arti
mengajar ? Bagi Oakeshott,[9]
mengajar berarti membuat anak didik memahami dan mengingat sesuatu yang menurut
guru sangat berharga untuk dipelajari. Mengajar dalam pengertian ini dapat
dilaksanakan dengan banyak cara : memberi petunjuk, menyarankan, mendesak,
membujuk, mendorong, membimbing, menunjuk, berbicara, memerintah, menceritakan,
menyampaikan materi, mendemonstrasikan, melatih, menguji, meneliti, mengkritik,
mengoreksi, mengarahkan, mengasah keterampilan, dan seterusnya cara apa saja
yang tidak menghambat pemahaman.
Mengajar, kata
Burrhus Frederic Skinner,[10] adalah mempercepat proses belajar. Anak didik
belajar tanpa pengajaran, dan guru menciptakan kondisi agar anak didik
bertindak (belajar) secara lebih efektif dan lebih cepat. Proses quantum
learning ini diperlukan guna memperoleh efektifitas belajar, sehingga pada
akhirnya diperoleh hasil yang maksimal.
Siswa atau peserta didik
Sedangkan
pengertian dari siswa atau peserta didik adalah, “ a person registered in an education and porsuing a course of study”[11]
seseorang yang terdaftar pada sebuah lembaga pendidikan dan mengikuti suatu
jalur studi. Dalam pengertian ini adalah siswa dalam arti formal. Sedangkan
siswa dalam arti umum adalah seseorang yang melibatkan diri dalam pencarian
seuatu ilmu pengetahuan, tanpa memandang dimana, kapan, dan siapa orang tersebut.
Sedangkan menurut Aminuddin Rasyad, 2000 : 105, mengatakan bahwa siswa atau
peserta didik adalah seseorang atau sekelompok orang yang bertindak sebagai
pelaku pencari, penerima dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkannya untuk
mencapai tujuan. Mencari, menerima dan menyimpan bisa
dilakuakan oleh siapa saja, kapan saja, darimana saja dan seterusnya tanpa
adanya aturan khusus yang bisa membatasi teknik atau metode untuk mencapai
tujuan yang dimaksud.[12]
A. Arti
Media Pembelajaran
Media dalam
makna denotasi adalah alat atau sarana yang dapat digunakan untuk beragam
keperluan, sehingga dengan alat dan sarana tersebut implikasi muatan yang
dimaksud dapat teruwujud dengan lebih baik atau sempurna. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia dijelaskan makna media sebagai berikut :
“Media : 1) alat ; 2) alat
(sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televise, filem, poster dan
spanduk ; 3) yang terletak di antara dua pihak (orang, golongan, dsb) wayang
bisa dipakai sebagai – pendidikan ; 4) perantara, penghubung”.[13]
Kata media
menurut Heinich dkk (1982) berasal dari bahasa latin, merupakan bentuk jamak
dari kata medium yang secara harfiah
berarti perantara (between) yaitu
perantara sumber pesan (source)
dengan penerima pesan (receiver).
Dalam proses pembelajaran, media ini dapat diartikan sebagai berikut :[14]
1.
Teknologi
pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Schramm,
1977)
2.
Sarana
fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku, film, video,
slide dan sebagainya (Briggs, 1977)
3.
Sarana
komunikasi dalam bentuk cetak meupun pandang dengar, termasuk teknologi
perangkat kerasnya (NEA, 1969).
Teknologi
pembawa pesan berindikasi bahwa segala jenis model media terapan yang bisa
dimanfaatkan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Jenis-jenis model
teknologi ini begitu banyak dan beragam sehingga kita harus mampu dan dapat
menyeleksi bentuk dan model media yang sesuai dengan isi/materi yang harus kita
sampaikan. Sarana fisik, merupakan ciri bentuk media yang bisa kita lihat
dengan kasat mata, dalam hal ini berarti segala sesuatu yang digunakan untuk
keperluan pembelajaran. Buku paket dan atau lembar kerja siswa adalah model
media yang sering kita temukan dalam praktek kegiatan belajar mengajar di
lingkungan lembaga pendidika, baik yang formal maupun nonformal, baik negeri
maupun swasta. Namun demikian, media dalam hal ini tidak terbatas pada dua
aspek yang disebutkan terakhir ini. Sementara, sarana komunikasi yang meliputi
bentuk media cetak maupun pandang dengar serta perangkat kerasnya adalah model
media yang berbentuk visual, audio, atau audio visual. Untuk media ini memang
sudah tergolong Higt Teknology Media, sehingga penggunaannya hanya terbatas pada lembaga-lembaga
tertentu saja, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa media teknologi ini pada
saatnya nanti bisa dinekmati oleh masyarakat luas. Ke arah yang dimaksud sampai
dasa warsa kekinian sudah semakin terindikasi.
Karena media
adalah alat atau sarana, maka kita dapat memaksimalkan alat atau sarana yang
ada agar dalam proses pembelajaran efektifitas serta kualitas konsep isi/materi
pelajaran semakin baik. Dengan bagitu tujuan belajar, yaitu membuat segala
sesuatu yang kita jawab menjadi hakikat-hakikat yang selalu menunjukkan dirinya
sendiri akan kita capai. Karena yang dituntut dalam pembelajaran adalah
membiarkan mereka belajar.[15]
B. Media
Pembelajaran Komprehensif
Salah satu
tujuan dalam proses pembelajaran adalah mempercepat proses belajar.[16]
Untuk mencapai tujuan ini di antaranya dengan cara memaksimalkan media
pembelajaran. Makna dari memaksimalkan media pembelajaran adalah menggunakan
waktu dan kesempatan serta mengintegralkan sarana dan prasarana yang ada
hubungannya dengan isi atau materi pembelajaran.
Media pembelajaran harus berindikasi mamuat seluruh aspek pengajaran
yang ada. Dengan model dan teknis generalis dalam kegiatan pembelajaran maka
model dan teknis tersebut diimplikasikan sebagai maksimalisasi media
pembelajaran komprehensif. Dalam hal demikian ada beberapa karakteristik media
pembelajaran komprehensif seperti uraian berikut ini.
1.
Memuat
seluruh aspek isi atau materi yang akan disampaikan dalam kegiatan belajar
mengajar. Hal ini jelas harus terintegrasi di dalam pembelajaran karena esensi
dari media pembelajaran adalah untuk efektifitas dan kreatifitas anak didik
teraktualisasi di dalam sistem kegiatan belajar dan mengajar.
2.
Tidak
mengedepankan modernisasi media, akan tetapi lebih menekankan efektifitas,
keamanan dan daya “magis”nya. Artinya bahwa media belajar tidak harus
berafiliasi ke modal yang basar, akan tetapi media yang dimaskud hendaknya
dapat mengakomudasi seluruh tujuan isi atau materi yang ingin disampaikan.
3.
Melahirkan
indikasi etika, estetika dan dinamika penggunaannya, sehingga tidak terjadi
kejenuhan dalam tujuan akhirnya. Setiap media yang kita gunakan hendaknya
memiliki karakter yang positif. Karakteristik ini dinilai dengan model media
yang pada gilirannya terkoordinasi di dalam format yang sederhana, tetapi
mempunyai suatu nilai yang bijak. Sehingga kenyamanan, keamanan serta
kesenambungan kerja dan kinerja, terjalin di dalam model media yang kita
gunakan. Etika dan keindahan juga perlu diimplementasikan di dalam setiap model
media, sehingga pada akhirnya peserta didik tidak menemukan kejemuan dan pula
tidak mencemari pemikiran yang negatif.
4.
Bukan
sebuah media yang dipaksakan dalam penggunaannya. Masksudanya media yang kita
gunakan harus benar-benar selaras dan serasi dengan materi yang akan kita citakan.
Akulturasi media dengan lingkungan sekitar juga perlu kita perhatikan dalam
praktek aktualisasinya.
C. Fungsi
Media Pembelajaran
Penggunaan media pembelajaran bukan
merupakan fungsi tambahan, tetapi memiliki fungsi tersendiri sebagai sarana
bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang lebih efektif.[17]Integralisasi media dalam pembelajaran merupakan fungsi utama,
sehingga media pembelajaran yang kita gunakan bukan merupakan sebuah sarana
pelengkap yang hanya bisa digunakan bila diperlukan, dan dihilangkan
penggunaannya bila tidak diperlukan. Jadi, artinya media sedianya harus
merupakan variable intrinsick bukan variable ekstrinsick.
Media pembelajaran merupakan bagian integral dari
keseluruhan proses pembelajaran. Hal ini mengandung pengertian bahwa media
pembelajaran sebagai salah satu komponen yang tidak berdiri sendiri tetapi
saling berhubungan dengan komponen lainnya dalam rangka menciptakan situasi
belajar yang diharapkan.[18]Keterkaitan
ini merupakan inklusifisme yang bergitu kuat sehingga di dalamnya tidak
terdapat dikhotomi parsial antara berbagai komponen yang terlibat. Dalam hal
ini media menajadi sebuah konsep padu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
kita harapkan.
Media pembelajaran dalam penggunaannya harus relevan
dengan tujuan dan isi pembelajaran. Fungsi ini mengandung makna bahwa
penggunaan media dalam pembelajaran harus selalu melihat kepada tujuan dan
bahan ajar.[19]Tujuan
pembelajaran adalah hal penting dalam proses integrasi konsep-materi
pembelajaran. Maka media pembelajaran juga harus mempunyai satu kesatuan visi
dan misi untuk mencapai tujuan tersebut.
Media pembelajaran bukan berfungsi sebagai hiburan,
dengan demikian tidak diperkenankan menggunakannya hanya sekedar untuk
permainan atau memancing perhatian siswa saja.[20]Hal
ini bukan berarti menghilangkan sama sekali efek estetika di dalam penggunaan
media pembelajran. Akan tetapi bila yang terjadi adalah semata-mata hiburan
atau semata-mata untuk memancing perhatian siswa saja, maka media tersebut
bukan lagi disebut sebagai media, karena seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa
media itu harus terintegralisasi di dalam setiap komponen yang ada, serta harus
searah dalam visi dan misi untuk mencapai tujuan pembelajran tersebut. Maka
media pembelajaran yang penggunaannya hanya sebatas hiburan dan untuk menarik
perhatian siswa, tidak sejalan dengan fungsi media yang sebenarnya. Media
tersebut tidak berfungsi apa-apa, dan dianggap sebuah alat tambah yang jalurnya
di luar media pembelajaran.
Media pembelajaran berfungsi mempercepat proses
belajar. Siswa dapat menangkap konsep dan materi dengan lebih mudah dan lebih
cepat.[21]
Dengan fungsi ini hakikat media pembelajaran adalah sarana sentralistik yang
adventasinya harus jelas terarah pada konsep dan materi yang dituju pada pokok
aplikatifnya.
Mempercepat
proses pembelajaran adalah sebuah keharusan di dalam kegiatan belajar mengajar. Karena dengan proses lebih
efektif akan mencapai tujuan dengan sfesien. Signefikansi proses kegiatan
belajar dan mengajar adalah model inklusi edukasi yang terarah dan menyenangkan
yang pada akhirya intisari konsep dapat diserap siswa dengan lebih baik dan menggairahkan.
Media pembelajaran meletakkan dasar-dasar yang konkrit
untuk berpikir, oleh karena itu dapat mengurangi terjadinya penyakit verbalisme.[22]Aplikasi
menyeluruh dalam materi atau konsep pembelajaran adalah tujuan utama. Maka
dasar-dasar konsep yang lebih konkrit harus diintegralkan dalam proses
pembelajaran. Hal ini akan mengikis terjadinya verbalism ill terhadap siswa. Karena dasar kognitif siswa cenderung
kepada meniru pola kehidupan yang bekerja apa kata orang, tanpa mengobservasi
apa dan bagaimana hal itu dapat terjadi serta menganalisis proses dari kejadian
itu sendiri. Tetapi dengan media pembelajaran yang kooperatif serta
visioneratif akan (setidaknya) mengurangai penyakit verbalisme seperti yang
dimaksud di atas.
D. Strategi
Memaksimalkan Media Pembelajaran
Aspek metode
Metode adalah
salah satu indikator penentu kesusksesan di dalam kegiatan belajar mengajar.
Metode harus diaransmen dengan cermat sesuai dengan visi dan misi tujuan akhir
dari setiap konsep yang dipersiapkan. Dengan metode yang cermat dan cerdas
dalam arti sesuai dengan konsepsi mata ajar yang konseptual, maka tujuan
pembelajaran, yaitu efektifitas dan efesiensi aktifitas pembelajaran akan kita
dapatkan.
Ada beragam
metode yang disediakan, baik yang telah terpublikasi maupun metodologi yang
didapat dari pengalaman sendiri dapat diaplikasikan. Aktualisasi ini harus
melihat kepada konsep dan materi, peserta didik serta lingkungan sekitar.
Dengan simfoni model edukasi demikian, estetika pembelajaran akan menjadi lebih
baik, efektif dan efisien.
Dengan demikian
metode harus benar-benar korelatif dengan komponen-komponen pembelajaran,
sehingga integralisasi media terakomudasi di dalamnya. Integralitas media yang
akomudatif akan melahirkan irama keharmunisan pembelajaran yang pada akhirnya
tujuan konseptual yang terindikasi dalam proyeksi model media yang diusung akan
mencapai puncak keberhasilan.
Menurut Abdurrahman Mas’ud, MA, Ph.D, metode tidak hanya diartikan sebagai
cara mengajar dalam proses belajar-mengajar bagi seorang guru, tetapi dipandang
sebagai upaya perbaikan komprehensif dari semua elemen pendidikan sehingga
menjadi sebuah iklim yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan.[23]
Aspek
guru
Secara
konfensional, guru paling tidak harus memiliki tiga kualifikasi dasar, yaitu
menguasai materi, antusiasme dan penuh kasih sayang (loving).[24]Penguasaan
materi yang maksimal berdampak akan terjadinya kristalisasi penyampaian
pembelajaran, sehingga tidak terjadi kesenjangan pemahaman yang ortodoksi.
Penguasaan materi tidak sebatas memahami dan mengetahui konsep yang akan
disampaikan, akan tetapi masih terkait dengan variabel-variabel lain baik yang
bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Antusiasme
merupakan salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang guru. Tanpa
antusiasme atau kometmen diri untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka nilai
akhir yang diinginkan tidak akan maksimal. Antusiasme berarti semangat,
optimisme dan penuh harap. Dengan karakteristik tersebut maka seorang guru
tidak pernah mengalami dipresi, apatis dan rasa putus asa. Mencari beragam
alternative bila satu media atau sarana kurang menjembatani suatu pembelajaran.
Educated innovation merupakan bagian integral yang terangkum di dalam
dirinya.
Rasa kasih
sayang (loving) merupakan salah satu
karakter intrinsik seorang guru. Dengan rasa kasih dan sayang seorang guru
dapat berafiliasi dan berinteraksi lebih jauh dengan anak didiknya. Dan peserta
didik akan lebih antusias dan bersemangat untuk lebih meningkatkan pemahaman
terhadap konsep atau materi yang sedang didiskusikan. Rasa kasih sayang harus
ditanamkan dengan semangat keikhlasan di dalam individu seorang guru, karena
dengan rasa tulus ikhlas keberkahan[25]
ilmu pengetahuan akan kita dapatkan.
Aspek
siswa
Di dalam kitab klasik karya Al-Zarnuji dijelaskan bahwa ada enam prasyarat
yang harus dimiliki oleh siswa sebagai pedoman untuk mendapatkan konsep dan
materi dalam proses pembelajaran. Keenam prasyarat
tersebut adalah modal, semangat, waktu yang memadai, petunjuk guru, keuletan
(kesabaran) dan intelektual (kecerdasan).
Dari keenam
prasyarat yang tersebut di atas semangat dan kesabaran merupakan modal
fundamental dan esensial. Karena dengan semangat dan kesabaran intelektualita,
biaya, kesempatan dan mursyid alias fasilitator dengan sendirinya akan kita
dapatkan. Tetapi, bila kesemua prasyarat tersebut terpenuhi, maka efektifitas
dan efesiensi semakin eksis.
Aspek
sarana prasarana
Di dalamnya
termasuk media pembelajaran. Sarana prasarana merupakan komponen pembelajaran
yang terakomudasi di dalam proses. Proses merupakan model kalkulus yang
esensinya besinergi dengan setiap komponen pembelajaran. Maka ketersediaan
sarana prasarana yang memadai merupakan prasyarat yang harus teraktualisasi di
dalam kegiatan pembelajaran.
Sarana prasarana
merupakan komponen yang tak terpisahkan di dalam proses pembelajaran. Maka
keberadaan aspek ini harus benar-benar dipahami dan dimengerti guna terciptanya
koridor proses pembelajaran dan mencapai tujuan yang telah di kedepankan.
Memahami eksistensi sarana prasarana merupakan sebuah kewajaran dalam proses
pembelajaran, karena tanpa adanya pemahaman yang terakumulasi di dalama
paradigma pengajaran, maka akan melahirkan sebuah keniscayaan yang berakibat
kurangnya kualitas di dalam proses pembelajaran.
Aspek
evaluasi
Evaluasi bukan
merupakan akhir dari sebuah proses pembelajaran. Evaluasi merupakan analisis
terhadap kerja dan kinerja model proses. Evaluasi dan analisis diperlukan guna
menilai efektifitas serta kualitas, keunggulan dan kelemahan di dalam proses
pembelajaran. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri dari segala aspek
yang berperan di dalam pembelajaran, maka kita mudah untuk menentukan lengkah
antisipasi terhadap krisis aktualisasi kesempatan yang ada. Dalam hal ini,
peran dari evaluasi merupakan essensiality
art di dalam setiap program
pembelajaran.
Evaluasi tidak
hanya sekedar menilai dari adventualitas proses pembelajaran, akan tetapi aspek
ini lebih jauh menemukan model konsep yang up to date. Sehingga dalam setiap
sisi pembelajaran dengan konsep, recivent,
serta kondisi yang beragam mampu menjadikan aktualita pembelajaran serta
kualita konsep semakin terarah.
Aspek
tindak lanjut
Terkadang kita terperangkap oleh sebuah proses yang stagnan, sehingga tidak
terjadi adanya follow up di dalam sebuah model perencanaan,
yang dalam hal ini adalah tindak lanjut dari sebuah proses pembelajaran. Aspek tindak lanjut adalah sebuah keharusan agar proses serta nilai
kinerja yang kita miliki terangkat ke permukaan. Dengan demikian akan terjadi
kesinambungan proses sehingga kita bisa menjawab persoalan yang terjadi atau
mampu memberikan nuansa inovatif terhadap gagasan-gagasan yang akan datang.
Persoalan selanjutnya, tentu tidak akan sama dengan problem yang kita hadapi
saat ini. Dengan demikian persolan
selanjutnya adalah model media yang seharusnya terintegrasi dalam aspek
kelanjutan dari sebuah gagasan maupun persoalan yang kita telaah guna menemukan
format yang efektif dan afektif.
Memanage sebuah
persolan yang telah, sedang dan akan kita hadapi memerlukan sebuah proses yang berkesinambungan.
Proses ini akan menemukan titik kulminasi bila kita mampu menjembatani setiap
sisi kegiatan. Sehingga problematikanya tidak sebatas konsep semata, akan
tetapi menjadi sebuah motif dan model inovasi dalam sebuah system yang
menyeluruh.
E. Kesimpulan
Penerapan konsep
media yang kita aktualisasikan dalam proses pembelajaran harus sejalan dan
terkoordinasi semaksimal mungkin. Dengan maksimalisasi penguasaan strategi dan
model penerapan media yang kita jadikan moel pembelajaran, maka kualitas dan nilai
akhir yang kita inginkan akan dicapai secara komprehensif.
Untuk melahirkan konsep-konsep strtegi model media yang menyeluruh, dalam
arti terakomudasi dalam setiap materi maupun mengakomudir setiap keberagaman
peserta didik, maka media yang kita terapkan mencapai puncak harapan yang tentu
saja akan melahirkan keharmonisan di dalam proses pembelajaran.
Kaidah penerapan
model media yang komprehesif ini akan berjalan dengan kualitas yang bernilai
tinggi bila didukung oleh komponen-komponen yang menyeluruh. Dalam hal ini
semua aspek pembelajaran akan memberikan andil yang antara satu dengan yang
lainnya saling mendukung. Keterkaitan ini harus terus berkesinambungan dan
berjalan seiring dan sepenanggungan tanpa harus dibedakan antara yang satu
dengan lainnya. Komunikatif komponen ini juga menentukan seberapa jauh konsep
dan materi yang akan kita capai. Sehingga koordinasi dari keseluruhan komponen
konsep dan strateginya menuai capaian nilai akhir yang kita inginkan.
Penutup
Media pembelajaran merupakan sarana edukasi yang harus dipahami dan dimengerti oleh seorang
pendidik guna adventasi komprehensif penggunaannya melahirkan efektifitas
proses pengajaran yang kita inginkan. Dengan konsep dan
strategi yang mumpuni dari seoarang pendidik, maka didikan akan mendapatkan
efektifitas dan kualitas yang lebih baik.
Akhirnya,
marilah kita berusaha dengan samangat yang meyakinkan untuk lebih jauh
menjadikan media yang ada, dan atau kita mampu berinovasi dengan varian media
dari hasil pemikiran kita sendiri. Dengan
inovasi-inovasi yang kita rancang kemungkinan besar realitas kesesuaian dengan
lingkungan kita besosialisasi untuk menjadikan proses pembelajaran lebih
bermakna dan berkualitas.
Kualitas dan
kebermaknaan KBM adalah merupakan harapan dari sebuah proses pembelajaran,
sehingga efektivitas dan efesiensi pembelajaran lebih kita tingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Palmer, Joy A. (ed), Fifty Modern Thinkers on education : 50 Pemikir Paling Berpengaruh
Terhadap Dunia Pendidikan Modern, (Yogyakarta
: IRCiSoD, 2006)
Muslich,
Manshur, KTSP : Pembelajran
Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta
: Bumi Aksara, 2007)
Knowles,
Asa S., Editor in Chief, The
International Encyclopedia of Nigher Education, Volume 1, 1977
Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1995)
Winataputra, Udin S., Drs. MA dkk, Strategi Belajar Mengajar : 1-2, (Jakarta : Universitas
Terbuka, 2002)
Burrhus Frederic Kinner “ Fifty Modern Thinkers on education : 50
Pemikir Paling Berpengaruh Terhadap Dunia Pendidikan Modern”, (Yogyakarta : IRCiSoD, 2006)
Mas’ud, Abdurrahman MA, Ph.D, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik
(Humanisme Religius Sebagai Paradigma Islam), Yogyakarta
: Gema Media, September 2002,
[1] Joy A. Palmer (ed), Fifty
Modern Thinkers on education : 50 Pemikir Paling Berpengaruh Terhadap Dunia
Pendidikan Modern, (Yogyakarta : IRCiSoD,
2006) hal. 71
[2] Ibid. hal. 75
[3] Ibid. hal. 166
[4] Ibid. hal. 217
[5] Manshur Muslich, KTSP :
Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007) hal. 195
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Joy A. Palmer (ed), Fifty
Modern Thinkers on education : 50 Pemikir Paling Berpengaruh Terhadap Dunia
Pendidikan Modern, (Yogyakarta : IRCiSoD,
2006) hal. 134
[9] Ibid. hal 87
[10] Ibid hal. 108
[11] Asa S. Knowles, Editor in
Chief, The International Encyclopedia of Nigher Education, Volume 1, 1977
[12] Manshur Muslich, KTSP :
Pembelajran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta : Bumi Aksara, 2007) hal. 196
[13] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta : Balai Pustaka, 1995) hal.
640.
[14] Drs. Udin S. Winataputra, MA dkk, Strategi Belajar Mengajar : 1-2, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2002) hal. 54.
[15] Joy A. Palmer (ed), Fifty
Modern Thinkers on education : 50 Pemikir Paling Berpengaruh Terhadap Dunia
Pendidikan Modern, (Yogyakarta : IRCiSoD,
2006) hal. 44
[16] Seperti yang dikemukakan oleh Burrhus Frederic Kinner dalam Fifty Modern Thinkers on education : 50
Pemikir Paling Berpengaruh Terhadap Dunia Pendidikan Modern, (Yogyakarta : IRCiSoD, 2006) hal. 108
[17] Drs. H. Udin S. Winataputra, MA dkk, “Strategi Belajar Mengajar : 1-2” (Jakarta : Universitas terbuka, 2001)
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21] Ibid.
[22] Ibid.
[23] Abdurrahman Mas’ud, MA, Ph.D, Menggagas
Format Pendidikan Nondikotomik (Humanisme Religius Sebagai Paradigma Islam),
Yogyakarta : Gema Media, September 2002, hal.
202
[24] Ibid. hal 194
[25] Secara harfiah berkah
berarti ziyadatul khair minallah
yaitu tambahan kebaikan yang datangnya dari Allah SWT. Tidak semua person
menerima akan hakikat ini, akan tetapi dalam adat ketimuran hal ini masih
berlaku walaupun pada akhir-akhir ini sudah mulai menipis.