Saturday, April 18, 2015

Pelita Hidupku

Pelita Hidupku Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Pikiranku melayang ke masa silam. Hari-hariku terselip dengan berbagai sensasi. Ocehan ibu dan ayah tak pernah terhiraukan dalam nuraniku. Yang hanya terpikir dalam benakku hiruk pikuk canda tawa di setiap hariku.

Sering kali ibu termenung dengan memasang wajah murung hingga meneteskan deraian air mata dari raut wajahnya. Huruf demi huruf merangkai berbagai kalimat yang dipanjatkan setiap menghadap sang khaliq demi mewujudkan kesadaran akan kesesatan dalam jiwa dan raga sang anak.

Rasa bersalah tak pernah tersirat dalam benakku. Maaf yang meluncur dari bibirku tak pernah terdengar oleh sang indera. “Akankah amanah Tuhan mampu aku taklukkan?” kata ibu. Tangisan air mata mengucur di mata ibu.
Semangat itu tdak pernah hilang, pantang menyerah dalam membimbingku. Kesabaran dan ketabahan yang menjadi senjata ibu dan ayah demi menghasilkan generasi yang berkualitas bagi Negara. Cinta dan kasih sayangnya sungguh sangat luar biasa.

Berbagai pelajaran telah kupetik, siraman rohani yang mengalir di sekujur tubuhku. Nasehat telah merasuk di jiwaku. Kepahitan-kepahitan masa silam telah sirna terbawa terpaan angin.

Dalam keheningan aku merenungi semua kesalahan-kesalahan pada masa silam. Goresan tinta hitam melumurui kertas putih kehidupanku. Aku ingin mengubur semua kekhilafanku yang telah lampau.
Penyesalan telah berkibar dalam ragaku. Kesad
... baca selengkapnya di Pelita Hidupku Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Thursday, April 9, 2015

Semangat Toleransi

Semangat Toleransi Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

“Laws alone can not secure freedom of expression; in order that every man present his views without penalty, there must be spirit of tolerance in the entire population. – Hukum pun tak dapat menjamin kebebasan berekspresi; agar setiap orang bebas mengungkapkan pandangannya, maka harus ada semangat toleransi di seluruh penjuru dunia ini.” ~ Albert Einstein

Rangkaian kata Albert Einstein mencerminkan sebuah pandangan tentang arti penting semangat toleransi di dunia ini. Ide untuk membahas tentang semangat toleransi itu pun muncul begitu saja di dalam benak saya saat berkunjung ke Istambul pada tanggal 22 Maret 2007 lalu. Istambul merupakan kota strategis di wilayah Turki.

Dikatakan strategis karena di sebelah utara kota tersebut adalah benua Eropa, sedangkan benua Afrika di selatannya, sementara benua Asia berada di sebelah timur Istambul. Letak yang strategis menjadikan kota tersebut berkali-kali dipilih sebagai ibu kota negara, di antaranya oleh pemerintahan Roman (330-395), Byzantine (395-1204 dan 1261-1453), Latin (1204-1261) dan Ottoman (1453-1922). Kota bersejarah itu juga mendapatkan predikat Joint European Capital of Culture for 2010 berkat keunikannya.

Is
... baca selengkapnya di Semangat Toleransi Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Saturday, April 4, 2015

SESOBEK SURAT KECIL BUAT BAPAK JOKOWI-JK

SESOBEK SURAT KECIL BUAT BAPAK JOKOWI-JK

Tidak pernah terbayangkan dalam benak saya, jika pada akhirnya, Jokowi-JK yang aku pilih, bertekuk lutut pada partai. Jargon yang dia ungkapkan semasa kampanye, hanya sebatas retorik licik berakar politik. Maka, kekecewaan saya pun berlarut, berurat, dan berakar.

Semula, saya banyak berharap dari Pak Jokowi. Kesederhanaannya, membangkitkan asa yang begitu besar. Ditambah lagi dengan 'blusukannya' mengingatkan saya pada Sahabat Umar bin Khattab.

"Inilah presiden yang saya banggakan!"

Begitu kira-kira pikiran saya berharap. Berharap agar rakyat lebih sejahtera. Berharap agar BBM tidak naik, dan tidak naik lagi. Berharap agar bahan-bahan pokok tidak mencekik. Berharap agar korupsi tidak semakin menjadi-jadi. Berharap agar tidak ada kriminalisasi. Berharap agar hukum dan keadilan semakin mumpuni. Dan masih banyak lagi, harapan-haran yang lainnya.

Ahh,,, Ternyata harapan itu sia-sia. Berharap hujan di musim kemarau, berharap mimpi di saat terjaga. Saya semakin apatis terhadap pemerintahan ini, meski tidak sampai pada tingkat nadir. Karena saya masih ingin ada perubahan. Ada kebijakan-kebijakan yang memihak kepada rakyat kecil. Saya pun tidak pernah berhenti berharap, doa yang selalu saya panjatkan. Semoga masih ada oase di padang gersang. Masih berharap embun di puncak kemarau.


Tentu, sesiapa pun presidennya tidak dapat dipastikan terjadi perubahan. Perubahan ke arah yang positif tentunya. Karena presiden kita saat ini, dibayang-bayangi oleh situasi sekitar. Politik terkadang membawa dampak yang absurd. Keinginan pribadi terkebiri oleh kemauan partai yang mengusungnya. Tapi, haruskah kepentingan rakyat ter-marjinal-kan?

Kecewa? Tentu! Karena presiden yang saya gadang-gadang, yang saya sanjung-sanjung, tidak sebagaimana yang saya harapkan. Jokowi-JK tidak seperti yang saya bayangkan. Bukan orang tua yang sayang akan anaknya (baca: rakyat kecil). Bukan sahabat yang akan menolong sahabat lainnya yang 'kelaparan.' Tetapi, mereka berada di balik bayang-bayang partai, penentu kebijakan yang meng-atasnama-kan golongan. Bolehlah saya uangkap sebagai 'boneka', atau sapi perah yang diambil manfaatnya, kemudian digiring ke tempat 'jagal.'

Adakah saya terlalu emosional dalam perkara ini? Bisa mungkin, pun bisa tidak. Apapun alasannya, saya telah memilih. Maka pilihan saya harus saya pertanggungjawabkan. Dengan cara apa? Tentu dengan cara mengingatkan. Meski hanya sebatas Sesobek Surat Lusuh ini, harapan untuk kembali pada jalan kebenaran harus tetap diupayakan.
Saya tidak berharap suksesi di tengah jalan. Karena akan begitu banyak makan korban. Ya, yang terkorbankan adalah rakyat kecil. Rakyat yang tidak tahu menahu tentang politik. Tidak paham dengan kebijakan pejabat. Tidak mengerti dengan kesenjangan-kesenjangan sosial. Mereka terkorbankan oleh kepentingan kelompok, golongan, dan kemauan partai.

Saya juga tidak suka dengan demonstrasi. Apa lagi demo yang dimotori oleh sebungkus nasi. Demonstrasi model ini hanya akan mengganggu stabilitas. Waktu yang terkorbankan. Bulum lagi bentrok fisik yang mengakibatkan lecet, luka, patah, bahkan yang terparah bisa kehilangan nyawa.

Bagi saya, kebijakan yang berpihak pada grassroot, rakyat kelas bawah sudah sangat bagus. Karena dengan kebijakan dan kebijaksanaan ini, rakyat akan merasakan dampaknya. Masyarakat menjadi damai, makmur. Sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD '45.

Lalu, mengapa BBM selalu naik? Dampaknya, kebutuhan bahan makanan pokok pun mencekik rakyat. Mengapa rupiah semakin terperosok ke jurang, ngarai yang paling dalam? Mengapa pula LPJ juga terus merangkak, mendaki? Mengapa kriminalisasi tidak kunjung usai? Mengapa pengadilan berpihak pada 'orang-orang besar?' Mengapa? Mengapa? Mengapa?

Terakhir, apa kabar revolusi mental? Apa kabar hukuman mati untuk kasus narkoba? Apa kabar KPK? Apa kabar POLRI? Dimana dan kemana kebijakanmu 'Jokowi-JK' yang dulu dikampanyekan?

Ahh, rasanya hilang sudah asa di hati saya. Andai saja krisis multi level ini tidak berkesudahan, maka mati berkalang tanah akan jauh lebih menenangkan. Tapi, aku masih percaya Tuhan.


"Janganlah Engkau berputus asa atas Rahmat Allah. Karena sesungguhnya tidak akan berputus asa atas Rahmat Allah, kecuali orang-orang yang kafir." (Alquran)

Jadi, Sobekan Surat Kecil ini tetap disudahi dengan harapan. Harapan perubahan kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil. Karena, merekalah yang pertama kali akan menjerit, melengking hingga menembus langit ketujuh, andai saja kebijakan itu tidak berpihak kepada mereka.

"Wahai Surat Kecil, terbanglah ke angkasa meski tidak ada yang sudi membaca. Karena, angin, bintang, awan, langit, mentari, pelangi, dan sebagainya, yang akan membacakannya untuk para pemangku kebijakan. Terbanglah, bersama asa yang terus berkobar!"

Sumenep, 03/04/2015