Tuesday, March 10, 2015

KADO CINTA BUAT IBU

 KADO CINTA BUAT IBU



Ibu,
Engkau adalah goa pertapaanku. Tempatku bersemayam, di rahim yang penuh dengan cinta. Sejuk bersama zikir yang Kaulantunkan setiap saat. Hangat bersama peluk rindu dan kasih sayang. Engkaulah ibuku, yang sekian waktu lamanya aku meringkuk di rahimmu yang indah. Penuh kasih. Bertabur cinta. Ibu, aku damai dalam surga rahimmu. Karena Engkau selalu menjagaku. Memilihkan aku makanan dan minuman yang thoyyibah, baik, bergizi, dan sehat. Maka, aku pun tumbuh, besar bersama laksa peluk cintamu yang tak berkesudahan.

Ibu,
Tibalah waktunya aku lahir. Menginjak dunia dengan taruhan sengal napasmu. Dengan cucuran peluh dan keringatmu. Dengan segenap jiwamu, untuk mempertahankan keberadaanku. Engkau taruhkan hidup dan matimu. Engkaulah ibu, yang memantik api kehidupanku. Untukku, anakmu yang Kauharapkan bersama kisah sukses masa depanku.

Aku pun menginjak dunia. Bersama tangis yang mengharapkan air susumu. Aku hadir dengan tangis. Engkau sambut hentak tangisku dengan senyum indahmu. Aku hadir bersama tingkah nakalku, Engkau datang bersama elus dan kasih sayangmu. Sungguh, cintamu berhulu tak berhilir. Sayangmu laksana samudra tak berpantai. Kasihmu adalah bumiku, dan pelukmu adalah langitku.

Ibu,
Engkaulah madrasahku. Tempatku belajar, memperoleh pendidikan. Kaudidik aku dengan cinta dan kasih sayangmu. Kauperlakukan aku laksana dian yang tak boleh padam. Engkaulah guruku, yang menunjukkan siapa Tuhanku.

Engkau ajari aku cara menetek. Engkau ajari aku cara makan dan minum yang benar. Engkau ajari aku cara merangkak, berjalan, dan berlari. Bila aku terjatuh, hatimu merasa luluh. Perasaanmu begitu rapuh, karena tak ingin aku terluka. Namun, Ibu, Engkau tegakan hatimu, sebagai bentuk pendidikan untukku. Untuk kebaikanku. Untuk masa depanku.

Kalimat tauhid yang Engkau ajarkan, adalah bagian dari teori alamiah madrasahmu. Aku pun tumbuh dan besar dengan pengenalan akan Tuhanku. Allahn swt.

Ibu,
Dalam menjagaku Engkau begitu sabar. Engkau selalu tabah. Ikhlas dengan hati yang tulus. Biarpun aku berulah. Meskipun aku bertingkah. Walaupun aku bersalah. Namun, sabar dan ikhlasmu selalu mengiringi langkahku. Tak ada dendam. Tak timbul amarah yang berkepanjangan. Itulah, Engkau ibuku yang selalu jaga untukku.

Waktu tak pernah berlalu tanpa kasihmu. Tanpa sabar dan ikhlasmu. Tak ada waktu luang, baik siang maupun malam. Adamu, Ibu, tanpa berbatas waktu.


Ketika aku masih kecil, damai dalam tidur di sampingmu. Engkau pun tersenyum, karena aku dalam keadaan aman. Jika pun aku terbangun, merengek atau pun dalam hentak tangisku, begitu segera, Engkau merengkuhku, dalam peluk cinta yang bergelora. Aku pun diam, dalam hangat lezat air susumu. Ibu, jagamu sepanjang hayat. Awasmu segenap jiwa cinta yang bersemayam di lubuk hatimu yang paling dalam.

Ibu,
Tak mungkin aku mampu membalas pengorbananmu. Tak mungkin aku kembalikan sepenuh cinta padamu. Karena pengorbananmu tak mungkin bisa kuhitung dengan harta.

Ibu, Engkau selalu berkorban untukku. Berkorban jiwa dan raga. Merelakan segenap waktumu hanya untukku. Bahkan, air matamu membuncah, jika aku tidak nyaman dalam hidupku. Itulah, Engkau Ibu, yang selalu mawas untuk aku, anakmu.

Tak pernah terpikir sedikit pun, jika apa yang telah Engkau berikan, akan diminta kembali suatu waktu. Tidak, sekali lagi tidak. Karena cintamu adalah ikhlas semata.

"Kasih Ibu kepada beta. Tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia."[1]

Ibu,
"kalau aku ikut ujia// lalu ditanya tentang pahlawan//namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu//lantaran aku tahu//engkau ibu dan aku anakmu." [2]

Ibu, Engkaulah pahlawanku. Berkorban demi aku anakmu. Engkau rela dirimu susah, sakit, dan sengsara. Asalkan aku, anakmu tetap dalam damai. Ibu, Engkau pahlawan yang tak bergelar kehormatan. Karena kasihmu adalah cinta yang selalu berpeluk sayang. Memberi, tidak untuk meminta kembali.

Ibu,
Setulus cintamu itulah sifatmu. Karakter yang terpatri, tetap mengembang merbakkan bunga kasturi. Setulus cintamu nan suci. Berkelindan dalam hidupku tanpa henti. Ibu, larik maafmu berdiksi ampunan. Tanpa diminta, tanpa dinyana. Berkelebat bunga-bunga surga, selalu, menyertai aku anakmu. Ibu, muara cintamu berhilir di pelupuk hidup dan matiku.

Selagi gelora kasih, masih hayat bersama napasmu, maka sebagitu tulus nuansa cintamu. Engkau ada untuk napasku. Engkau tercipta untuk detak jantungku. Ibu, biarkan aku dalam kasihmu yang tulus, karena Engkaulah bidadari surgaku[3].

Ibu,
Sekejap saja aku berlalu dari awasmu, laksa rindumu berpadu. Rindu berpeluk. Rindu mengecup gemas pipiku. Bahkan, biarpun aku sudah dewasa. Teruntuk rindu ini, tertanam, terhunjam, dan berurat berakar di keping hatimu yang paling dalam. Maka, aku pun damai, seiring basah bibir bersama doamu. Terjaga dari beribu marabahaya. Lantaran doa rindu yang Kauhulurkan untukku.

Aku damai bersama doa rindumu. Aku damai bersama ridhamu. Aku damai bersama cinta berkalung pelangi, berselendang aurora cakrawala. Ibu, jangan pernah Kautinggalkan aku, tanpa setulus cinta dan rindhamu.

Ibu,
Kini aku sudah paham. Arti dan kedudukanmu di sisi Allah. Arti dan kedudukanmu di sisi Rasulullah. Betapa besar pengorbananmu untukku, anakmu. Ketika Allah swt berfirman:

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)[4]

Ibu, jelas sekali dalam ayat ini aku diperintahkan untuk berbakti. Selalu patuh dan ta'at kepadamu. Karena Engkaulah yang mengadungku selama 9 bulan. Menyusuiku selama 2 tahun. Kurang lebih 30 bulan lamanya, aku terus dalam pengasuhan cintamu. Tidak, bahkan untuk selamanya. Selama napasmu masih mampu Kauhela.

"Ribuan kilo jalan yang Kau tempuh. Lewati rintang untuk aku anakmu. Ibuku sayang masih terus berjalan. Walau tapak kaki, penuh darah, penuh nanah. Seperti udara kasih yang Engkau berikan. Tak mampu 'ku membalas. Ibu,..."[5]

Ibu, begitulah, nyanyi itu terus aku dendangkan. Lagu itu menjadi kado cinta untukmu. Untuk ibu yang kasihnya tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Ibu, cintamu masih terus bertahan, meski keringat darah menderas di setiap tapak langkahmu.

Ibu,
Agung tempatmu menjadi perhatian serius dari Rasulullah saw. Beliau menempatkan dirimu di singgasana kehormatan. Maka sabda Nabi pun bersenarai:

"Dari Abu Hurairah radhiyallaahu‘anhu , belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah saw dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi saw menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi saw menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi saw menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)[6]

Ibu, lantaran kedudukanmu yang begitu terhormat, maka derai air mataku seringkali tertumpah. Menganak sungai. Karena dosa yang telah kuperbuat. Karena salah yang telah kulakukan. Karena kata-kata yang seringkali menyakiti hatimu. Maka, ampunilah aku, Ibu. Maafkankah aku, Ibu. Tanpa maafmu, tanpa ridhamu, aku akan terperosok ke jurang kegelapan yang paling dalam. Akan berkubang di neraka yang paling curam. Ibu, maafkan anakmu ini. Hanya kado cinta yang akan menghantarmu, menuju renta usiamu. Maka tersenyumlah untukku.

Ibu,
Kado cinta untukmu, Ibu, adalah jelma rindu yang menghampar sejuta makna kasih. Katika kembang surga, melantunkan doa-doa, dan Engkau bermunajat bersama sayang kepadaku. Aku pun tersedu, menatap langit, menggores layar kelakuanku. Maka sederat lukisan salah dan dosa padamu, beriring, berbaris, menumpahkan sebentuk pinta. Ibu, pintaku padamu, maafkan segala kesalahanku. Ampuni segala dosaku. Sugguh, bersama kado cinta ini, Engkau dalam peluk cintaku padamu.

Ibu, sebentuk pengharapanku, hapuslah air matamu. Semoga aku mampu menjagamu. Tempat sandaranmu ketika Engkau tak lagi mampu berdiri. Inilah aku, anakmu yang ingin menggantikan detak jantungmu. Aku ingin membagi napasku. Agar Engkau, Ibu, tak bersengal di ujung waktumu.

Ibu, kini Engkau telah renta. Rambutmu sudah memutih. Kulitmu pun sudah keriput. Tapi semangat kasihmu, masih mengalir di relung hatiku. Elusan tanganmu masih terasa nirwana, menyentuh sejuk perasaan kalbuku. Engkau masih ada, biar ujung senja mulai berlipat. Tawamu seindah bunga di taman firdaus.

Ibu,
Semoga aliran doaku ini, mampu membuatmu tersenyum. Memberikan kesejukan nuansa, di haribaan cinta dan kasihmu.

"Robbigh firlii waliwaalidayya warhamhuma kamaa robbayaanii shoghiraa."

Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku (Ibu-Ayah), dan kasihanilah keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidikku (dari) kecil."

Ibu,
Di penghujung goresan kado cinta ini, aku, anakmu ingin selalu bersamamu. Ingin selalu di pelukmu. Ingin selalu dalam cinta dan ridhamu. Terimalah kado cinta ini, dan senyum tangismu selalu bermuara di relung kehidupanku. Maafku padamu, Ibu.
***


Note: Teruntuk ibuku yang kini sudah di usia senja. Doaku selalu untukmu. Dan doamu senantiasa menyertaiku. Amin.




[1] Larik lagu dengan judul ‘Kasih Ibu’ karangan Ibu Sud
[2] Sebagian dari larik puisi D. Zawawi Imron yang berjudul ‘Ibu’
[3] Judul lagu ‘Bidadari Surga’ oleh Ust. Jefri Al-Bukhari (alm)
[4] Terjemah Al Qur’anul Karim (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
[5] Larik lagu dengan judul ‘Ibu’ oleh Iwan Fals
[6] Sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, hadits shahih.

No comments:

Post a Comment