DIALOG
KAKI DAN SANDAL JEPIT
Kaki adalah anggota tubh yang paling bawah. Kaki
punya peranan yang sangat vital. Tanpa kaki, maka aktifitas kita akan
terganggu. Meski ada juga orang yang sukses tanpa kaki, hal itu karena adanya
keistimewaan yang luar biasa. Maka kaki yang kita miliki harus kita syukuri.
Sandal jepit adalah alas untuk kaki. Ada banyak
macam dan model sandal jepit. Dari yang paling murah hingga yang paling mahal.
Dari harga ribuan, hingga harga ratusan ribu. Tetapi konotai sandal jepit adalah alas kaki yang murah meriah, yang tidak harus
menggeluarkan uang banyak untuk mendapatkannya.
“Wah, aku
bangga jadi alasmu, Kaki!”, kata sandal
jepit suatu hari.
“Maksud Kamu apa?”, tanya kaki agak acuh tak acuh.
“Aku kan yang menyebabkan Kamu enak berjalan-jalan?
Kemana-mana tidak merasa sakit. Tidak tertusuk duri. Tidak terantuk
kerikil-kerikil tajam. Jadi, aku bangga dong bisa berjasa padamu”, sandal jepit
panjang lebar menjelaskan pada kaki.
“Oh, itu toh yang Kamu maksudkan?”, kata kaki masih
tak acuh.
“He eh!” sandal jepit pun kurang semangat.
“Tapi aku juga bangga kok. Tanpa aku, Kamu hanya
bisa mematung. Tidak bisa berbuat apa-apa!” kaki mencoba beranalog.
“Iya juga sich. Tanpa Kamu, aku tidak bisa berbuat
apa-apa!” timpal sandal jepit akhirnya.
Dialog antara kaki dan sandal jepit di atas tentu
masih panjang. Ada banyak hal yang bisa mereka bicarakan. Saat pergi belanja ke
pasar. Saat jalan-jalan di kebun dan pematang sawah. Ketika pergi memancing.
Atau pun saat sekedar jalan-jalan santai di halaman sekitar rumah.
Tentu, dan masih dalam tentu. Mesti, dan mesti dalam
situasi yang lain. Ketika mereka pergi
untuk mencuri, merampok, berzina, menjarah, dan banyak lagi perbuatan maksiat lainnya. Tentu saja
dialog mereka semakin menarik. Karena mereka jujur. Apa adanya. Bahkan khusus
kaki dalam al Quran dijelaskan,
“Pada
hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan
memberi kesaksian kaki mereka terhadap
apa yang dahulu mereka usahakan”. (QS . Ya Sin : 65)
Pada suatu hari di halaman masjid,
“Lhoo, Kaki. Aku bukan milikmu. Aku milik kaki
lain”, suaru sandal jepit sambil berteriak.
“Aku tau. Tapi mau gimana lagi?” jawab sandal jepit
sambil mengangkat bahu dan kedua
tangannya.
“Ya, lepaskan aku!” sandal jepit mencoba meronta.
“Mana bisa? Aku ini terkendali oleh otak tau!” jawab
Kaki sambil mendelik.
“Terus, gimana nich?” sandal jepit semakin bingung.
“Coba kamu berteriak sekuat tenanga. Bilang bahwa
kamu bukan miliknya!”. Sandal jepit pun setuju.
“Haiii..... Aku bukan milikmu!” teriak sandal jepit.
Melolong, membahana ke seluruh penjuru.
Suara sandal jepit menmbus langit ke tujuh.
Menerobos ruang-ruang sempit di lorong-lorong bumi. Tetapi usaha si sandal
jepit sia-sia. Tidak berguna sama sekali. Dia pasarah, berkelana di kegelapan
tanpa ujung.
NOTE :
Pada hari Jum’at, 11 Januari 2013 sandal jepitku
hilang ketika akan pulang dari masjid. Aku tidak berusaha untuk mencarinya.
Karena “hanya“ sandal jepit. Aku hanya berharap, sandal jepitku bahagia bersama
kaki orang lain.
Bisa jadi bukan hanya sandal jepit yang bisa
berpindah kaki. Termasuk juga sandal-sandal yang mewah yang harganya cukup
mahal. Dan anehnya, kehilangan ini bisa terjadi di masjid, tempat ibadah dan
rumah Allah.
***
No comments:
Post a Comment