HIKMAH SEDEKAH
“Dik,
aku mau berangkat ke pengajian!” Pamitku pada istri selepas sholat isya’ di
mushollah dekat rumahku.
“Ya
Mas. Pergi dengan siapa?”
“Sendirian
saja.” Jawabku. “O ya, ada uang untuk bensin?” lanjutku sambil mengeluarkan
vespa, motor bututku yang selalu setia menemaniku dalam segala aktifitas.
Istriku masuk ke dalam kamar. Tidak lama kemudian kembali keluar dan memberikan
dua lembar uang lima ribuan. “Lima ribu saja!” kataku sambil mengambil satu
lembar lima ribuan.
“Tidak
kurang Mas?”
“Gak.
Cukup kok Insya Allah.” Jawabku.
Aku
tidak tau bahwa ternyata bensin di motorku sudah krisis. Empty. Hanya tinggal
sisa-sisa kehidupan yang sebentar lagi akan habis. Tapi akau tidak kwatir,
karena sudah bawa uang untuk beli bensin.
Benar
saja. Di tengah perjalanan, tiba-tiba motorku tersendat. Bahkan tiba-tiba mati
dengan sendirinya. Aku mencoba memiringkan motorku. Alhamdulillah, hidup. Aku terus menuju tempat pengajian.
“Biar
saja, nanti setelah pengajian aku beli bensin.” Batinku.
Sesampainya
di tempat pengajian, aku memarkirkan motor vespaku di tempat yang telah
disediakan panitia. Tidak berapa lama kemudian, pengajian pun dimulai. Seperti
biasa, acara dibuka dengan acara pembukaan. Membaca surat al Fatihah. Diteruskan
dengan pembacaan tilawatil Quran, dan pembacaan shalawat. Dan akhirnya,
sampailah pada acara inti. Ceramah agama yang disampaikan oleh ulama
kharismatik dari luar daerah.
Dalam
cermah membahas tentang pentingnya bersedekah. Bahwa harta yang kita sedekahkan
di jalan Allah swt. hakikatnya tidaklah berkurang. Akan tetapi, nanti di sisi Allah
akan dibalas dengan berlipat kebaikan.
Siapakah yang mau
memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di
jalan Allah), maka Allah melipat-gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS al Baqarah, 245)
Al Quran Surah
al-Baqarah ayat 261, Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir , seratus biji. Allah
melipat-gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas
(karunianya) lagi Maha Mengetahui.
Di
akhir ceramah, panitia menarik sedekah bagi yang berkenan. Dengan beberap wadah
kotak, surban, dan wadah lainnya. Beberapa panitia berjalan dari satu orang ke
orang yang lainnya. Banyak sekali jamaah yang hadir memberikan sumbangan. Mereka bagitu yakin
dengan pembahasan tentang sedekah yang baru saja usai.
Aku
berada di persimpangan. Antara memberikan sumbangan, uang terakhir yang
semestinya aku persiapkan untuk membeli bensin. Antara ya dan tidak. Hatiku
begitu menggebu ingin memberikan sedekah. Tapi motorku, meminta minum untuk
melaju.
“Tidak
usah disumbangkan. Kamu mau motormu didorong?” suara illusi di telinga kiriku.
“Sumbangkan
saja. Kapan lagi ada kesempatan untuk menyumbang. Percayalah, sumbanganmu tidak
akan sia-sia di sisi Allah swt.” di telinga kananku.
Keputusan
akhirku adalah menyumbang. Dengan ikhlas. Apa pun yang terjadi dengan motorku,
akan aku terima dengan lapang dada. Ada perasaan lega dalam hatiku. Dengan rasa
ikhlas aku sumbangkan uang Rp. 5000,- untuk kemaslahatan masyarakat. Atau untuk
lembaga keislaman lainnya.
Sekitar
jam 10.00 malam, pengajian itu pun usai. Seluruh undangan terlihat puas. Mereka
pulang ke rumah masing-masing dengan satu pemahaman baru, berkenaan dengan
sedekah. Aku juga melangkah keluar dari tempat pengajian. Menuju vespa bututku.
Dan aku pun pulang dengan hanya sisa bensin yang entah tinggal berapa meter
lagi bisa melaju.
Benar
saja. Sekitar lima belas meter aku mengendarai motorku, bensin sudah habis. Dan
tentu saja aku harus mendorongnya. Tidak mengapa. Aku ikhlas karena Allah
semata. Di dalam gelap, aku terus mendorong motorku. Hingga di pertengahan
perjalananku ke rumah, tiba-tiba ada mobil berhenti tepat di sampingku. Aku
heran. Siapa gerangan punya mobil mewah ini?
“Umar,
kenapa motormu?” Fahri, temanku, menyapaku dari atas mobil mewahnya.
“Hee,
kehabisan bensin.” Jawabku malu-malu.
“Ayo
cari bensin dulu. Titip motormu di dekat warung itu!” Ajak Fahri. Aku sedikit
bingung. Tapi akhirnya mau juga.
Tidak
tanggung-tanggung. Aku dibelikan 5 liter bensin. Kata Fahri, sisanya biar
dibawa pulang. Aku mengucap syukur. Alhamdulillah,
masih ada orang baik di zaman seperti ini.
Sebelum
pulang, aku diajak Fahri mampir ke rumah makan. Rumah makan mewah dengan aneka
menu masakan yang bermacam-macam. Aku disuruh ambil makanan semaunya.
Sepuasnya. Aku tahu, Fahri, temanku ini secara materi memang termasuk sukses.
Entah di luar itu. Semoga, lahir dan batin juga bahagia. Aku pulang dengan
motor penuh bensin, masih ada lagi sisa, serta seporsi makanan untuk istriku yang
dibelikan Fahri.
“Ya
Allah, hanya dengan uang Rp. 5000, Engkau balas aku dengan berlipat ganda.”
Desahku sebelum berpisah dengan Fahri.
****
No comments:
Post a Comment