Monday, February 24, 2014

HIKMAH SEDEKAH



HIKMAH  SEDEKAH


“Dik, aku mau berangkat ke pengajian!” Pamitku pada istri selepas sholat isya’ di mushollah dekat rumahku.
“Ya Mas. Pergi dengan siapa?”
“Sendirian saja.” Jawabku. “O ya, ada uang untuk bensin?” lanjutku sambil mengeluarkan vespa, motor bututku yang selalu setia menemaniku dalam segala aktifitas. Istriku masuk ke dalam kamar. Tidak lama kemudian kembali keluar dan memberikan dua lembar uang lima ribuan. “Lima ribu saja!” kataku sambil mengambil satu lembar lima ribuan.
“Tidak kurang Mas?”
“Gak. Cukup kok Insya Allah.” Jawabku.
Aku tidak tau bahwa ternyata bensin di motorku sudah krisis. Empty. Hanya tinggal sisa-sisa kehidupan yang sebentar lagi akan habis. Tapi akau tidak kwatir, karena sudah bawa uang untuk beli bensin.
Benar saja. Di tengah perjalanan, tiba-tiba motorku tersendat. Bahkan tiba-tiba mati dengan sendirinya. Aku mencoba memiringkan motorku. Alhamdulillah, hidup. Aku terus menuju tempat pengajian.
“Biar saja, nanti setelah pengajian aku beli bensin.” Batinku.
Sesampainya di tempat pengajian, aku memarkirkan motor vespaku di tempat yang telah disediakan panitia. Tidak berapa lama kemudian, pengajian pun dimulai. Seperti biasa, acara dibuka dengan acara pembukaan. Membaca surat al Fatihah. Diteruskan dengan pembacaan tilawatil Quran, dan pembacaan shalawat. Dan akhirnya, sampailah pada acara inti. Ceramah agama yang disampaikan oleh ulama kharismatik dari luar daerah.
Dalam cermah membahas tentang pentingnya bersedekah. Bahwa harta yang kita sedekahkan di jalan Allah swt. hakikatnya tidaklah berkurang. Akan tetapi, nanti di sisi Allah akan dibalas dengan berlipat kebaikan.
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah melipat-gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS al Baqarah, 245)
Al Quran Surah al-Baqarah ayat 261, Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir , seratus biji. Allah melipat-gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunianya) lagi Maha Mengetahui.
Di akhir ceramah, panitia menarik sedekah bagi yang berkenan. Dengan beberap wadah kotak, surban, dan wadah lainnya. Beberapa panitia berjalan dari satu orang ke orang yang lainnya. Banyak sekali jamaah yang hadir  memberikan sumbangan. Mereka bagitu yakin dengan pembahasan tentang sedekah yang baru saja usai.
Aku berada di persimpangan. Antara memberikan sumbangan, uang terakhir yang semestinya aku persiapkan untuk membeli bensin. Antara ya dan tidak. Hatiku begitu menggebu ingin memberikan sedekah. Tapi motorku, meminta minum untuk melaju.
“Tidak usah disumbangkan. Kamu mau motormu didorong?” suara illusi di telinga kiriku.
“Sumbangkan saja. Kapan lagi ada kesempatan untuk menyumbang. Percayalah, sumbanganmu tidak akan sia-sia di sisi Allah swt.” di telinga kananku.
Keputusan akhirku adalah menyumbang. Dengan ikhlas. Apa pun yang terjadi dengan motorku, akan aku terima dengan lapang dada. Ada perasaan lega dalam hatiku. Dengan rasa ikhlas aku sumbangkan uang Rp. 5000,- untuk kemaslahatan masyarakat. Atau untuk lembaga keislaman lainnya.
Sekitar jam 10.00 malam, pengajian itu pun usai. Seluruh undangan terlihat puas. Mereka pulang ke rumah masing-masing dengan satu pemahaman baru, berkenaan dengan sedekah. Aku juga melangkah keluar dari tempat pengajian. Menuju vespa bututku. Dan aku pun pulang dengan hanya sisa bensin yang entah tinggal berapa meter lagi bisa melaju.
Benar saja. Sekitar lima belas meter aku mengendarai motorku, bensin sudah habis. Dan tentu saja aku harus mendorongnya. Tidak mengapa. Aku ikhlas karena Allah semata. Di dalam gelap, aku terus mendorong motorku. Hingga di pertengahan perjalananku ke rumah, tiba-tiba ada mobil berhenti tepat di sampingku. Aku heran. Siapa gerangan punya mobil mewah ini?
“Umar, kenapa motormu?” Fahri, temanku, menyapaku dari atas mobil mewahnya.
“Hee, kehabisan bensin.” Jawabku malu-malu.
“Ayo cari bensin dulu. Titip motormu di dekat warung itu!” Ajak Fahri. Aku sedikit bingung. Tapi akhirnya mau juga.
Tidak tanggung-tanggung. Aku dibelikan 5 liter bensin. Kata Fahri, sisanya biar dibawa pulang. Aku mengucap syukur. Alhamdulillah, masih ada orang baik di zaman seperti ini.
Sebelum pulang, aku diajak Fahri mampir ke rumah makan. Rumah makan mewah dengan aneka menu masakan yang bermacam-macam. Aku disuruh ambil makanan semaunya. Sepuasnya. Aku tahu, Fahri, temanku ini secara materi memang termasuk sukses. Entah di luar itu. Semoga, lahir dan batin juga bahagia. Aku pulang dengan motor penuh bensin, masih ada lagi sisa, serta seporsi makanan untuk istriku yang dibelikan Fahri.
“Ya Allah, hanya dengan uang Rp. 5000, Engkau balas aku dengan berlipat ganda.” Desahku sebelum berpisah dengan Fahri.
****



No comments:

Post a Comment