13 MALAM PURNAMA
“Mustahil dan tidak masuk akal.”
“Tapi ini nyata, Sri!”
“Mana mungkin manusia bisa jadi
binatang?”
“Ini terjadi pada diriku sendiri. Apa
kamu tidak percaya padaku?”
“Bukan tidak percaya, tapi aneh saja!”
Lycanthropy
adalah proses transformasi manusia ke binatang. Dan itu terjadi pada diriku
sendiri. Aku tidak mengerti dengan kejadian ini. Pasti orang yang mendengar
akan mencemooh. Mengatakan bahwa aku bohong. Orang munafik yang tidak bisa
dipercaya.
Sudah menjadi
rahasia umum, bahwa angka 13 adalah angka sial. Angka yang tidak diinginkan
dalam kehidupan ini. Bahkan dalam kehidupan nyata, di negera-negara maju pun,
angka 13 menjadi angka monster. Sehingga hotel berbintang pun enggan meletakkan
angka 13 di kamarnya. Solusinya menjadi 12A dan 12B (ganti dari angka 13).
Begitu juga
denganku. Setiap tanggal 13 bulan purnama aku akan berubah menjadi seekor serigala.
Seekor lycan liar atau kata orang Madura menjadi macan remrem. Ada juga yang mengatakan anjing hutan. Apakah karena tanggal
13?
Malam ini
purnama. Begitu juga pas tanggal 13. Itu artinya sebuah kekuatan yang luar
biasa akan terjadi dalam diriku. Kekuatan yang tidak bisa kukendalikan. Aku
tidak kuasa terhadap transformasi diri menjadi seekor serigala liar. Serigala
jadi-jadian yang akan mencari mangsa. Bergidik tubuhku jika ingat apa yang akan
terjadi pada diriku malam ini.
“Sri, malam ini malam purnama tanggal
13”.
“Ya, kenapa?” kata Sri santai. Tidak
peduli dengan kecamuk hatiku saat ini.
“Kamu tidak percaya kan, bahwa aku bisa
berubah menjadi seekor serigala saat malam seperti ini?”
“He eh....”. Sri masih acuh tak acuh.
“Ikut aku malam ini!”
“Boleh....”.
Aku dan Sri,
kekasihku menuju ke tanah lapang di hutan. Jauh dari keramaian. Aku akan
membuktikan pada Sri, bahwa apa yang kukatakan bukan dusta. Tapi kisah nyata
yang akan menjungkir-balikkan ideologi. Akan kutunjukkan pada Sri, bahwa yang
mustahil menjadi nyata.
Tengah malam aku
dan Sri sampai di tempat yang dituju. Purnama
begitu gagah memancarkan sinarnya. Jam menunjuk 12 malam. Sebuah kekuatan luar
biasa telah menyerangku. Tiba-tiba badanku panas luar biasa. Aku menggeliat.
Sri jadi bingung melihat aku demikian.
Ketika purnama
bertahta di langit dengan gagahnya. Saat itu pula bulu-bulu kasar tumbuh di
sekujur tubuhku. Kuku-kuku tajam dan taring juga muncul dengan sendirinya. Entah
kekuatan apa yang merasuk dalam tubuhku. Aku meraung, menjerit, mengaum, dan
aku sudah bertransformasi menjadi seekor srigala. Sri kaget, tidak menyangka
hal yang tidak ia yakini bisa terjadi.
“Auuu..........ghhhhh”.
Aku serigala, macam remrem, dan anjing hutan mengaum. Melolong di tengah hutan, malam
purnama tanggal 13.
Sri mulai
ketakutan. Dan aku pun mulai menyerangnya. Sri berusaha berkelit. Tapi tenaga
perempuan Sri tidak seberapa. Tidak begitu lama aku telah mencabik tengkuknya,
dan mengisap darahnya. Sri pun lambat laun tubuhnya menggeliat, mulutnya
melolong, menjerit, dan mengaum di kesepian hutan belantara. Transformasi Lycan
yang kedua terjadi.
“Auuuu........gghhhhhh”. Aku melolong.
“Auuuu........gghhhhhh”. Sri menempali.
Di tengah hutan
dan di bawah sinar penuh purnama, aku dan Sri melolong untuk mencari mangsa
yang lain. Berhati-hatilah kepada semua warga di setiap malam purnama tanggal
13. Aku dan Sri serigala haus darah siap menerkam Anda.
Malam semakin
larut. Aku dan Sri, dua serigala jadi-jadian berkeliling di tengah hutan. Di
bawah sinar purnama. Dari satu bayang kegelapan pohon ke pohon lainnya. Mencari
mangsa. Dan haus darah. Lapar, ingin menerkam setiap sisi kehidupan amnusia.
Sebuah aspek sosial yang tergadai oleh gendam atau ilmu hitam. Aku dan Sri
terus mengaum.
Bulan sudah
tinggal separuh. Sebentar lagi fajar akan menyingsing. Aku dan Sri
mengibas-ngibaskan ekor. Tidak ada yang bisa dijadikan mangsa lain di malam
purnama tanggal 13 ini. Aku dan Sri merasakan sakit yang luar biasa. Bulu-buluk
kasar pada tubuhku dan tubuh Sri, sedikit demi sedikit berlepas. Kuku-kuku
tajam juga tanggal satu persatu dengan iringan aum yang menyisakan kepedihan.
Kesakitan yang luar biasa.
Seiring dengan
terbenamnya purnama, dan fajar di arah timur menyingsing, aku dan Sri tergolek
lemas di bawah pohon besar di tengah hutan.
“Mas, apa yang
terjadi dengan kita semalam?” dengan sisa-sisa tenaganya, Sri berkata heran
kepadaku. Aku yang juga tergeletak lemas hanya mampu menggeleng. Tidak tahu apa
yang sebenarnya terjadi. Jelasnya, aku seperti yang dikendalikan oleh kekuatan
di luar kehendakku. Aku mendesah.
“Aku juga
bingung. Apa sebenarnya yang terjadi pada diriku, dan juga dirimu.” Aku
bergumam. Entah kepada siapa kata itu aku tujukan. Kepadaku, atau kepada Sri
kekasihku. Gara-gara aku, Sri juga telah menjadi serigala jadi-jadian. Ia
terkontaminasi oleh transformasi gelapku.
Matahari sudah
meninggi. Aku dan Sri melangkah pulang. Dengan perasaan yang tidak karuan.
Tidak menentu. Bahwa dalam tubuh kami telah mengalir darah hitam serigala.
Benar-benar sebuah keadaan yang tidak biasa. Tidak seorang pun yang menginginkan
hal ini terjadi pada diri mereka.
Waktu terus
berlalu. Tentu dengan warna kehidupan yang terjadi di dalamnya. Sesekali masih
mewujud dalam pikiranku akan hakikat transformasi. Mengapa hal ini harus
terjadi? Aku hanya bertanya kepada hari-hariku yang terus berlalu. Menghitung
detak detik ke menit. Dari hari ke minggu. Dan dari bulan ke tahun. Maka,
tanggal 13 bulan purnama pun kembali terulang. Malam yang merasuk tubuhku, dan
juga tubuh Sri akan kembali ditayangkan. Aku hanya mampu menghela nafas.
“Mas, apa yang
harus kita perbuat?” sehari sebelum 13 bulan purnama Sri berkata sedih
kepadaku. Aku hanya mampu menggeleng, mendesah dan memandang cakrawala. Awan
hitam bergelantung di ufuk. Kelam, seresah pikiranku yang tidak menentu. Entah
apa yang harus aku pernuat agar terlepas dari belenggu manusia serigala.
“Aku juga tidak
tahu Sri. Apa yang harus aku perbuat. Aku dan Kamu Sri, tidak bisa lepas dari
belenggu manusia serigala ini.”
“Apakah ini
sebuah kutukan Mas?”
“Aku tidak
mengerti. Kalau memang kutukan,...” aku menarik nafas dalam-dalam, “Kutukan
dari mana?”
“Mungkin dari
salah satu orang tua kita Mas?”
“Tidak logis,
jika kutukan itu harus aku dan Kamu Sri yang harus menanggung akibatnya.”
“Hem, sebuah
misteri yang paling mistis,” Sri seperti berkata pada dirinya sendiri. Sebuah
gumam yang tidak jelas ke mana arah dan tujuannya.
Senja merona.
Membiaskan awan merah yang cerah. Secerah bulan purnama yang sebentar lagi,
tanggal 13 akan segera bertahta. Aku dab Sri duduk di sebuah batu besar. Di belakang
rumah. Jauh dari pandang, di sana, di bagiab jauh ke dalam, rimbun hutan
menyisakan sebuah misteri. Ragam sakral, dan dunia astra begitu kuat
eksistensinya. Begitu yang terjadi dan sedang bergayut di alam pikirku saat
ini. Begitu juga pikiran Sri. Berkecamuk dunia lycan, di luar alam sadar
manusia. Mistis, sekaligus miris.
Senja terus
merambat. Tanpa sadar aku dan Sri menuju tanah lapang di dalam hutan. Sungguh
begitu saja. Tanpa sadar. Dan tanpa disengaja. Naluri manusia serigala mulai
menjalar.
Purnama mulai
merayap. Malam tanggal 13 kali ini begitu resah. Resah oleh keadaan yang
sebenarnya tidak diinginkan. Keadaan yang sesungguhnya tidak disadari. Begitu
saja, dan seketika.
Aku memandaang
wajah Sri yang bukan wajahnya. Memperhatikan tubuh Sri yang bukan tubuhnya.
Membaca alam pikir Sri yang bukan logikanya. Sri adalah cermin diriku sendiri.
Ketika pelan tapi pasti, tubuhnya mulai berubah. Bulu-bulu kasar mulai tumbuh.
Semakin lama semakin banyak. Kuku-kuku tajam mulai bermunculan, dan taring yang
siap menerkam tiba-tiba saja mengaum.
“Aauuu.....gghhhhhh,”
Sri mengaum keras. Berdiri bulu kuduk bagi yang mendegarnya.
“Auuuu....gghhhhhh,
“ aku yang juga sudah menjadi pejantan menimpali. Bersahutan, di dalam hutan
yang semakin kelam.
Malam ini naluri
manusia serigala mengajak mencari mangsa. Tentu di dalam hutan yang lebat ini
tidak ada seorang manusia pun. Hanya binatang-binatang kecil, melata yang tidak
menjadi target mangsaku dan Sri. Naluri serigalaku mengajak ke luar hutan.
Mencari manusia sebanyak-banyaknya. Menjadikan mereka manusia serigala.
Semuanya, tanpa kecuali.
“Sri, ayo kita
ke luar hutan,” ajakku pada Sri.
“Ayo Mas. Kita
cari mangsa sebanyak-banyaknya. Kita jadikan teman semuanya,” seringai Sri. “Aaauuuuu......gghhhhh,”
kemudian Sri mengaum keras di antara sepi hutan yang menakutkan.
Tanpa komando,
aku dan Sri meloncat. Berlari di antara cerah purnama yang bersinar terang.
Dengan mata yang begitu tajam, merah menyala, mencari mangsa di perkampungan.
Jeritan dan erangan terjadi dimana-mana. Dari satu mangsa ke mangsa yang
lainnya. Dari satu orang ke orang yang lain pula. Dengan sekali gigit, mereka
pun seketika berubah menjadi manusia serigala. Dan mereka pun siap mencari
mangsa yang lainnya.
Begitulah rantai
mangsa memangsa pun terjadi di malam itu. Di malam purnama tanggal 13. Tidak
ada seorang pun yang terlepas dari serangan si manusia serigala. Maka malam itu
juga, manusia sekampung telah menjadi serigala. Manusia-manusia serigala yang
hau darah. Tumpahan dan ceceran darah di mana-mana. Anyir dan bau amis darah
telah menjadi keasyikan tersendiri bagi manusia-manusia serigala ini.
Sri menghilang
entah dimana. Aku mencoba mencarinya ke sana-ke mari. Tapi aku tetap tidak bisa
menemukannya. Ia hilang bagai ditelan bumi. Aku mencoba bertanya dari satu
serigala ke serigala yang lainnya. Tapi mereka tidak menmukannya.
“Aauuuuu........ggghhhhh!”
aku mencoba memanggil nama Sri. Tetapi yang dipanggil tak kunjung menyahut.
Tiak ada sahutan sama sekali. Kecuali jerit dan lolongan serigala lain yang
tidak aku pedulikan. Sekali lagi,
“Aauuuuuu.......ggghhhh,
(Sri, kemarilah. Jangan tinggalkan aku),” aku mengaum, melolong di bawah cahaya
purnama yang semakin berpendar.
Puluhan manusia
serigala berpesta. Tidak, bukan hanya puluhan, tapi ratusan atau bahkan ribuan
serigala sedang berpesta. Minum darah, atau mencabik daging yang entah daging
apa. Menyeringai, mengaum, melolong di antara malam yang semakin larut.
Malam itu dunia
telah berubah. Manusia telah menjadi serigala. Tidak tahu teman tidak tahu
lawan. Yang kuat yang menang. Yang sadis yang menjadi pimpinan. Tidak ada lagi
pertolongan. Tidak ada lagi bantuan. Yang kalah harus tunduk dan mengabdi. Dan
yang menang, dengan sendirinya diangkat menjadi raja rimba. Raja manusia
serigala.
Hem. Sampai saat
ini, detik ini juga, di muka bumi ini masih bertahta nafsu serigala. Manusia
berhati serigala begitu banyak memenuhi tanah ini.
No comments:
Post a Comment