Monday, February 17, 2014

KUTUNGGU CINTAMU DI PINTU SURGA



KUTUNGGU CINTAMU DI PINTU SURGA
 
Sumber gambar: http://ipulstory.blogspot.com/2010/12/cinta-dari-taman-surga.html
Pagi itu angin berhembus lirih. Matahari tidak begitu terik. Awan tipis bergelayut di cakrawala. Ada banyak cerita yang harus kulalui dalam hidup ini. Dan di pagi ini, begitu kuat impianku menjelma bayangan-banyangn masa lalu. Illustrasi wajah Andin, melukis seluruh ingatanku. Di masa lalu.

“Din, sudah lama menunggu?”
“Gak juga kok. Baru saja datang.” Jawab Andin lembut. Bagai derai pesona bidadari di taman firdaus.

Di taman itu. Di sudut kampus tempat aku dan Andin menimba ilmu. Aku berdua dengan Andin menikmati suasana asri. Indah di antara bunga-bunga yang bermekaran. Di antara gemercik air taman yang mengalir perlahan. Ikan-ikan kecil berenang ke sana ke mari, seakan merayakan kometmen kami berdua. Kesepakatan untuk saling mencinta. Merindu, saling memberi dan meminta.

“Aku ingin ikatan yang sempurna.” Dalam hening beberapa saat.
“Maksud Mas?”
“Aku berharap ikatan kita sempurna di sisi Allah.” Andin hanya diam. Menunggu kelanjutan bicaraku. “Begitu juga di mata orang-orang sekitar kita.” Lanjutku.
“Aku juga berharap begitu Mas. Agar kita tidak berdosa dengan khalwat seperti ini.”
“Aku setuju Din.”

Andin adalah gadis sederhana. Kesederhanaan itu melahirkan inner bauty. Pesona aura tingkah lakunya, melahirkan decak kagum orang-orang di sekitarnya. Bukan kecantikan membiaskan nafsu. Tapi sebuah kecantikan yang menebarkan kharisma. Anggun jiwa dan raganya menebarkan sinar Islam yang memesona.

Waktu terus berlalu. Meninggalkan banyak cerita. Tentang hidup dan cinta. Rindu dan kesempurnaan bunga surga.

“Besok aku ke rumahmu Din.” Smsku pada Andin.
“Ada apa Mas?”
“Untuk melamar Kamu, Din.”
“Sudah yakin dengan keputusanmu, Mas?”
“Tidak ada yang perlu aku ragukan.”
“Ya sudah, kalau itu keputusan Mas.”

Hari Jum’at. Aku, ayah dan ibu bersiap-siap. Pagi-pai sekali kami berangkat ke rumah Andin. Untuk menemui kedua orang tuanya. Waktu yang aku tunggu. Untuk mewujudkan cinta aku dan Andin. Dalam sebuah ikatan yang diridhai Allah swt.

Di dalam mobil aku membayangkan wajah Andin. Wajah yang selalu aku rindu. Wajah yang melahirkan larik-larik cinta. Senantiasa menjadi bunga di dalam hari-hariku. Karena jiwaku dalam jelma jiwa Andin. Dan cinta Andin berpadu dalam cintaku.

Sampai di rumah Andin. Ada banyak orang yang keluar masuk di rumah sederhana tersebut. Aku mengira itu bagian dari kedatangan aku dan rombongan. Untuk melamar Andin. Sebagai bagian dari tulang rusukku. Yang telah ditetapkan di lauhul mahfudz. Allahu akbar. Jadikan Andin sebagai hiasan dalam hidup dan matiku.

“Ada apa ini? Kok banyak sekali orang?” tanyaku pada seseorang yang tidak aku kenal.
“Andin telah tiada Dik.”
“Apa? Andin tiada? Maksudnya apa?” tanyaku beruntun. Tersekat dalam tanya yang gamang.
“Ya Dik. Andin telah dipanggil yang Mahakuasa.”

Remuk hatiku melihat keadaan itu. Aku masuk menyeruak di antara kerumunan. Aku tidak peduli. Walau banyak orang yang merasa heran dengan kedatanganku. Hanya kedua orang tua Andin yang memaklumi keadaanku.

“Andin, jangan tinggalkan Mas,...” hanya itu kata keluh yang keluar dari mulutku. Aku melihat lipatan kertas di tangan Andin. Kuambil kertas itu. Dan lentik tulisan cantik tertera di sana.

“Mas Umar, Allah telah mengambil hakku. Hak untuk hidup bersama dirimu di dunia. Tapi aku tunggu dirimu di sana. Di pintu surga. Cintaku selalu ada untukmu.”



Biodata :
Rusdi el Umar tinggal di Sumenep Madura.  Alamat surat  SMP Negeri 1 Masalembu, Jl. Raya Masalima Masalembu Kode Pos 69492. Bisa berkomunikasi melalui FB; Rusdi el Umar atau twiter; umar_rusdi. Alamat email  rusdiumar@gmail.com.






No comments:

Post a Comment