"Ini salah satu nasihat al-Ghazali dalam Nasihat al-Muluk, yang ia persembahkan kepada Sanjar, Sultan Saljuq Timur:
"Orang yang cerdas memiliki empat tanda yang dapat dikenal. Pertama, ia memaafkan orang yang menganiayanya, dan bersikap tawadu kepada mereka yang lebih rendah. Kedua, ia berlomba dalam berbuat kebajikan dengan orang yang lebih tinggi darinya. Ketiga, ia selalu ingat kepada Allah. Keempat, ia selalu berbicara tentang pengetahuan dan dapat berbicara sesuai dengan tempatnya. Jika ia berada dalam kesulitan, ia selalu mengadu kepada Allah. (Dari sebuah status FB Muhammad Ma'mun)
***
1. Memaafkan orang yang menganiayanya, dan bersikap tawadu kepada mereka yang lebih rendah. Memaafkan, adalah ringan dikatakan tetapi terasa berat untuk dilaksanakan. Memaafkan adalah sebuah tindakan yang memerlukan kesadaran pikiran, kerendahan hati, dan sikap lapang dada yang harus kita miliki.
Memaafkan tidak segampang membalik telapak tangan. Ada sesuatu yang kadang menjadi kendala untuk tidak segera memaafkan. Sakit hati adalah salah satu alasan mengapa kita tidak langsung memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Padahal di situlah ujiannya. Pada kesadaran hati untuk memaafkan, meskipun hati kita tersakiti. Di sinilah puncak kesuksesan ujian, manakala sakit hati itu sirna dan berganti dengan penerimaan/pemberian maaf.
Maaf bukan sekadar diucapkan, tetapi dimaknai sebagai ampunan karena kesadaran untuk memaafkan datang dari lubuk hati yang paling dalam. Dengan maaf hubungan pun tetap berjalan normal, sebagai insan yang berkehidupan sosial.
Tawadu adalah sebuah sikap rendah hati kepada orang yang ada di bawah kita. Tidak bersikap sombong, serta tidak menganggap diri lebih hebat daripada yang lainnya. Sikap ini akan berdampak pada hubungan yang harmonis serta pergaulan yang melegakan. Melahirkan rasa suka dan gembira dalam menjalani roda hubungan sosial dalam kehidupan.
2. Berlomba dalam berbuat kebajikan dengan orang yang lebih tinggi darinya. Bersaing dalam berbuat kebenaran dengan hati ikhlas adalah sebuah kecerdasan intelektual, emosional, sekaligus spiritual. Ketika kebajikan dan kebenaran menjadi landasan pikir untuk berbuat, maka energi positif akan melingkupi aktifitas personal. Melahirkan pesona kebajikan untuk terus berlomba dalam kebenaran.
"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah 148)
3. Selalu ingat kepada Allah. Selalu berzikir artinya senantiasa menyebut nama Allah swt. Menyebut semestinya akan selalu ingat, bahwa Allah swt selalu mengawasi kita. Allah swt Maha Melihat, artinya segala tindakan kita berada dalam pengawasan-Nya. Hingga akhirnya, tindakan kita akan selalu ada di jalan yang benar. Tuntutan kebajikan dalam kebenaran yang hakiki.
"Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (QS. Al-Ahzab 41)
Orang selalu berzikir artinya mereka selalu ingat kepada Allah swt. Kondisi ini akan menyebabkan seseorang selalu dalam kebenaran, karena di balik segala aktifitasnya, Allah swt selalu mengawasi seluruh tindak tanduknya.
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd 28)
4. Selalu berbicara tentang pengetahuan dan dapat berbicara sesuai dengan tempatnya. Jika ia berada dalam kesulitan, ia selalu mengadu kepada Allah.
Berbicara apa yang diketahui adalah bagian dari cerdas. Tidak mengada-ada, atau mengatakan sesuatu yang sebenarnya bukan pengetahuannya. Maka, berkata sesuatu yang bukan ahlinya akan berujung pada dusta. Dalam hal ini ada banyak korban yang akan masuk pada jebakan kebohongan. Masya Allah!
Memahami situasi dan kondisi terhadap lawan bicara, pun tempat dimana ia bicara adalah suatu tingkat kecerdasan. Karena dengan memahami lawan bicara, atau menyadari di mana ia berada dan sedang berbicara adalah bentuk pengetahuan yang jauh lebih bermakna. Pembicara tidak akan sia-sia, juga yang mendengarkan akan mengambil hikmah dan faidah dari pembicaraan tersebut. Sebentuk formula kondisi timbal balik dari interaksi yang bermakna besar (positif).
***
Sebagaimana orang cerdas, orang bodoh juga memiliki tanda-tanda.
Pertama, ia selalu berbuat zalim kepada manusia dan bersikap angkuh kepada orang yang lebih rendah.
Kedua, ia bersikap sombong kepada para pemimpin dan para leluhur.
Ketiga, ia berbicara tanpa landasan pengetahuan dan tidak memperbaiki diri setiap melakukan kesalahan.
Keempat, jika ia berada dalam kesulitan ia malah menghancurkan dirinya sendiri dan jika menyaksikan orang lain berbuat kebajikan, ia justru berpaling dan mengerutkan keningnya." (Dari sebuah status FB Muhammad Ma'mun)