Get Stories: http://mawarberduri99.blogspot.com

Sunday, March 10, 2013

STRATEGI PENDIDIKAN MASA DEPAN SUMENEP : MENGGAGAS PARADIGMA PENDIDIKAN GLOBALISASI RELIGIUS ISLAMI

STRATEGI PENDIDIKAN MASA DEPAN SUMENEP :
 MENGGAGAS PARADIGMA PENDIDIKAN GLOBALISASI RELIGIUS ISLAMI


PENDAHULUAN

Pendidikan, secara umum adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.[1]

Pendidikan bukan hanya sebuah pengajaran yang berorientasi pada kecakapan individu teoritis (teoritis individual), akan tetapi pendidikan lebih ditekankan kepada  individual practice. Mampu membawa diri beradaptasi dengan lingkungan, serta dapat memberikan kreatifitas yang bermakna terhadap diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar.

Islam sebagai gama yang paling banyak dianut di Kabupaten Sumenep, juga memberikan banyak estimasi stigma sehubungan dengan pendidikan secara umum. Rasulullah juga pernah bersabda ;

“ Menuntut ilmu adalah merupakan kewajiban pada setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan “


Allah Swt. Berfirman sehubungan dengan pentingnya pendidikan ;

“ Katakanlah, ‘ adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ?’, sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran “.[2]
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi silih berganti siang dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan daari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) nya dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi ; sesungguhnya terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagu kaum yang memikirkan “ (QS :al-Baqarah : 164)

Korelasinya dengan pendidikan, beberapa ahli pendidikan memberikan pandangan konteksnya dengan dunia pendidikan secara umum :

John Milton, mengatakan bahwa pendidikan secara umum adalah individu yang mampu membentuk diri yang terampil, dengan kejujuran yang universal baik kepada dirinya sendiri maupun kepada masyarakat sekitar, baik di kala damai maupun di kala perang. John Dewey, mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental, secara intelektual dan emosional, ke arah alam sesama manusia.

Ki Hajar Dewantara, mengatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Mohammad Natsir, menjelaskan bahwa yang dinamakan pendidikan ialah satu pimpinan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dalam  arti sesungguhnya.[3]

Dari beberapa paparan para ahli pendidikan di atas, sehubungan dengan pendidikan secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pendidikan dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan berkarya, berdikari serta mampu memberikan aksi dan reaksi yang bermakna terhadap individu, keluarga, masyarakat dan lingkungannya. Dengan kata lain sebagaimana yang dikatakan oleh Indra Djati Sidi, dalam bukunya “ Menuju Masyarakat Belajar : Menggagas Paradigma Baru Pendidikan “ yaitu menciptakan masyarakat “ madani “.[4] Masyarkat madani (civil society) berarti berbicara tentang bagaimana anggota-anggota masyarakat menjadi well educated. Kondisi ini yang biasanya korelatif dengan tindakan-tindakan yang rasional, transparan, penuh estimasi, bermoral dan berwawasan jauh ke depan, sehingga mungkin saja, jika sudah demikian adanya, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mudah dihasut, juga tidak gampang “ diperbudak “. Sebaliknya, masyarakat mempunyai bargaining position yang tinggi terhadap power of state, dan pada gilirannya masyarakat bisa menjadi balancing force bagi state yang cenderung sewenang-wenang.[5]

Pada pendapat  lain, masyarakat madani adalah masyarakat yang saling harga menghargai satu dengan yang lain, yang mengakui hak-hak asasi manusia, yang menghormati akan prestasi dari anggota sesuai dengan kemampuan yang dapat ditunjukkan bagi masyarakatnya  (Tilaar, 1999).[6]

Dalam makna yang lebih terfokus, pendidikan di lingkungan kita (baca : Sumenep), tentu menginginkan sebuah konsep pendidikan yang religius islami, sebuah format pendidikan Islam yang komprehensif. Hal ini berdasarkan kehidupan masyarakat Sumenep, yang secara umum beragam Islam[7] dalam arti menyeluruh. Hal ini dibuktikan dengan adanya lembaga-lembaga Islam baik yang formal maupun  nonformal.

Dari karakteristik itulah, maka format pendidikan formal di Kabupaten Sumenep perlu dikaji ulang, guna menyelaraskan sistem pendidikan dengan lingkungan masyarakat sekitar.

A. BERORIENTASI PADA IPTEK
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang begitu pesat tidak bisa kita elakkan lagi. Saat ini kita tidak lagi dipusingkan oleh jauhnya jarak, karena kendaraan super cepat semisal pesawat atau jet sudah tersedia. Kita tidak lagi dibingungkan oleh jauhnya tempat, karena fasilaitas TV, hand phone (HP) dan internet telah tersebar dimana-mana. Jadi,  jarak dan waktu bukan lagi sebuah persoalan karena fasilitas yang mempercepat berita atu informasi telah kita miliki.

Ilmu Pengetahuan yang merupakan terjemahan dari “ science[8] adalah merupakan fakta, konsep-konsep, teori serta hukum-hukum yang diperoleh dengan konsep metode ilmiah. Dengan metode ilmiah kita dituntut untuk bersikap objektif,  jujur, transparan, menerima saran dari orang lain serta mampu memberikan kehidupan yang normatif untuk menuangkan sebuah gagasan pragmatis-efektif.

Teknologi adalah terapan. Sebuah pengejawantahan dari ilmu pengetahuan, sehingga kaita dapat melakukan sebuah pekerjaan secara lebih baik, efektif dan efesien. Dengan teknologi kita bisa berbuat lebih bijak dan lebih sejahtera terhadap individu, masyarakat dan lingkungan.

Sehubungan dengan IPTEK, lebih jauh kita menelaah terhadap fasilitas sarana prasarana serta pada tindak pelayanannya. Terutama di sekolah-sekolah, sebagai tolok ukur dalam kesungguhan dan keseriusannya. Dari beberapa (kalau tidak semuanya) lembaga formal yang ada di wilayah dengan sebutan sumekar, berupa lambang kuda terbang, ini masih jauh dari harapan. Peralatan-peralatan yang ada di laboratorium IPA masih sangat minim, atau bahkan boleh di bilang tidak ada. Ini terjadi pada sekolah-sekolah negeri, lebih lagi di sekolah swasta, tentu lebih sangat memprihatinkan.

Sarana laboratorium IPA merupakan dasar yang paling prinsip dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.[9] Jadi sangat mustahil kita mampu bersaing dengan negara-negara lain, jika  sarana yang paling mendasar sekalipun kurang mendapat perhatian.

Agar urgensi pemahaman terhadap IPTEK (lab IPA) lebih survive, maka pelayanan terhadap fasilitas IPTEK, perlu perhatian secara lebih konsekuen. Hal ini memang tidak mudah apalagi bila dihubungkan dengan anggaran yang begitu mahal (benar-benar mahal ?). Namun dengan tekat dan semangat yang tinggi, cita-cita itu pasti kita raih.

B.  MENUJU GURU PROFESIONAL

Profesi merupakan pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.[10] Guru juga merupan sebuah profesi. Oleh karena itu, maka menjadi seorang guru yang hal ini merupakan sebuah pilihan, harus kita lakukan dengan dengan semangat profesi. Namun untuk mencapai keahlian ini kita dihadapkan terhadap banyak persoalan. Terutama terkait dengan persoalan kesejahteraan yang kita dapatkan dari profesi kita sebagai guru. Namun demikian, kita telah meleburkan diri di dalam kancah dunia pendidikan. Oleh karena itu persoalan kesejahteraan yang tidak memadai harus dinomorduakan. Hal ini untuk menggairahkan rasa tanggung jawab terhadap profesi yang telah kita pilih.

A Sony Keraf (1991, 41) memaparkan ciri-ciri profesi sebagai berikut :

1)      Adanya pengetahuan khusus terkait dengan profesi yang digelutinya, dalam hal ini sebagai calon pendidik jelas sudah mempunyai bekal yang dapat digunakan sebagai bahan untuk tatanan dalam sekolah, baik terkait dengan kegiatan belajar mengajar maupun dalam hubungannya dengan para teman sejawat dan para staf pendidik di sekolah.

2)      Adanya kaidah dan standar moral yang tinggi, dalam arti adanya norma yang jelas dalam mengemban amanat sebagai pendidik, dalam percakapan sehari-hari dikatakan guru kencing berdiri murid kencing berlari. Dalam pepatah jawa dikatakan guru adalah seorang yang digugu dan ditiru (dapat dicontoh dan diteladani). Untuk itu dalam berbuat dan bertingkah, baik terhadap sesama, atasan, maupun kepada para siswa hendaknya selalu mencerminkan keteladanan.

3)      Pengabdian kepada kepentingan masyarakat. Dalam paparan diatas dikatakan bahwa profesi luhur meletakkan kepentingan pribadinya dibawah kepentingan masyarakat. Dalam rangka ini ada suatu keinginan untuk mengabdikan jasa kepada masyarakat sebagai pengabdian tanpa pamrih, namun dalam perkembangannya timbul kecenderungan baru memperdagangkan jasa tersebut untuk memperoleh keuntungan. Seorang guru hendaknya harus tetap memegang amanat dalam upayanya untuk menghilangkan serta mengikis kebodohan.

4)      Ada ijin khusus untuk bisa melaksanakan suatu profesi tersebut. Bagi seorang pendidik ijin tersebut dikeluarkan apabila yang bersangkutan benar-benar mampu untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan bidang yang digelutinya dalam hal ini berupa ijazah akta mengajar.

5)      Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi dengan tujuan untuk menjaga keluhuran profesi tersebut, selain itu  juga sebagai wahana untuk menyelesaikan permasalahan terkait dengan profesi yang digelutinya. Organisaai profesi bagi seorang pendidik dapat melalui ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) atau lainnya.[11]

Pendapat lain mengetengahkan sehubungan dengan profesi, bahwa guru sebagai profesi  menuntut adanya kemampuan administratif, merencanakan, melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana, serta mengevaluasi terhadap apa yang telah dikerjakan.[12] Sebagai guru yang profesional tentu kita dituntut untuk menunjukkan keprofesionalannya di dalam afektifitas dunia pendidikan.

Untuk mewujudkan guru profesional di wilayah Kabipaten Sumenep perlu adanya tekat dan semangat dari berbagai pihak yang terkait. Dalam hal ini mungkinkah pemerintah daerah Kabupaten Sumenep menfasilitasi semua aspek kebutuhan hidup bagi guru-guru yang ada di wilayah ini ? Di sinilah pemerintah kita diuji kelayakan kepemimpinan serta pengayomannya terhadap kemajuan lembaga pendidikan dimanapun dan dalam bentuk apapun. Jadi tidak ada perbedaan antara lembaga kepulauan maupun daratan, serta juga tak ada dikotomi antara lembaga pendidikan negeri maupun swasta, formal maupun nonformal, seimbang dan sama rata.

C. KURIKULUM KREATIF BERBASIS IMTAQ

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang tersusun dan sistematis yang diajarkan pada suatu lembaga pendidikan atau paerangkat mata kuliah mengenai bidang keahlian khusus.[13] Kreatif adalah bermakna memiliki daya cipta atau kemampuan untuk menciptakan[14] sesuatu yang bernilai positif. Jadi, kurikulum kreatif adalah muatan-muatan perangkat pembelajaran yang meliputi : Analisis materi pelajaran (AMP), program tahunan maupun program semester, silabus serta sistem penilaian yang kooperatis praktis.

Kurikulum pendidikan Sumenep masa depan harus dikembangkan berdasarkan kompetensi dasar (competency-based curriculum). Dalam konsep ini, kurikulum disusun berdasarkan kemampuan dasar minimal yang harus dikuasai seorang peserta didik, setelah yang bersangkutan menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan atau satu satuan pendidikan.[15]

Berdasarkan sosio-kultural Kabupaten Sumenep yang mayoritas beragama Islam, maka pengembangan kurikulum juga ditekankan pada pengembangan Iman dan takwa. Kurikulum berbasis Iman dan Takwa, yang dalam istilah A. Wahid Hasan berbasis spiritual (SQ)[16] adalah kurikulum pendidikan yang berdasarkan konsep-konsep pendidikan Islam. Pendidikan Islam menurut Dr. Yusuf al-Qardhawi adalah pendidikan manusia seutuhnya ; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya ; akhlak dan keterampilannya. Karena pendidikan menyiapkan manusia untuk hidup , baik dalam (damai) dan perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.[17]

Materi pendidikan masa depan harus ditekankan pada mata pelajaran yang sanggup menjawab tantangan zaman, globalisasi, berlandaskan IMTAQ dan perkembangan IPTEK yang sangat cepat. Karena itu, pelajaran ilmu-ilmu dasar, yaitu matematika dan IPA serta pendidikan moral dan etika menjadi inti pengembangan kurikulum di setiap jenis dan jenjang pendidikan.

Ada beberapa indikator pengambangan kurikulum yang seharusnya menjadi perhatian serius oleh dinas pendidikan kabupaten Sumenep :

-                            Kurikulum pendidikan harus bersifat luwes, sederhana dan bisa menampung berbagai kemungkinan perubahan di masa yang akan datang sebagai dampak perkembangan teknologi dan tuntusan sosio-kultural (adat budaya, termasuk agama) masyarakat

-                            Kurikulum harus bersifat pedoman pokok (general guideline) kegiatan pembelajaran siswa

-                            Pengembangan kurikulum selayaknya dilakukan secara simultan dengan pengmbangan bahan ajar (buku dan lembaar kerja siswa) dan media atau alat pembelajaran

-                            Kurikulum pendidikan hendaknya berpatokan pada standar global/regional, berwawasan nasional dan dilaksanakan secara lokal

-                            Kurikulum pendidikan hendaknya merupakan satu kesatuan dan kesinambungan dengan satuan dan jenjang pendidikan di atasnya

-                            Pengembangan kurikulum bukan lagi menjadi otoritas pemerintah pusat, tetapi merupakan shared activity dengan pemerintah daerah, bahkan komunitas

-                            Pengembangan tidak diarahkan untuk menciptakan satu kurikulum tunggal yang diberlakukan untuk semua sekolah

-                            Kurikulum juga mesti memperhatikan pendidikan yang terjadi di keluarga dan komunitas/masyarakat.

-                            Kurikulum harus bersifat stimulus terhadap stigma sosio-agama masyarakat Sumenep, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT.


Tetapi yang perlu diperhatikan dalam setiap strategi, konsep dan idiologi pendidikan Kabupaten Sumenep adalah keselarasan wacana praktis terhadap tujuan pendidikan yang kita inginkan. Sebab bagaimanapun, sebaik apaun kurikulumnya, variasi metodenya dan kelengkapan sarana prasaarananya tanpa ditunjang oleh profesionalisme guru yang memadai, tidak akan terjadi proses pembelajaran yang ideal,[18] praktis dan representatif.

D. SISTEM PENDIDIKAN OBJEKTIF REPRESENTATIF

Seharusnya pendidikan masa depan Sumenep harus bersaifat objektif representatif, artinya sebuah konsep serta strategi pendidikan yang mampu mewakili semua kalangan. Kita tahu bahwa, masyarakat Sumenep, secara kultural, terdiri dari beragam kebiasaan yang harus menjadi perhatian serius. Oleh karena itu, pendidikan sumenep harus bersifat makro serta mewadahi setiap golongan yang ada.

Konsep community based education (pendidikan berbasis komunitas atau masyarakat) yang merupakan konsekwensi dari otonomi pendidikan dan sekolah,[19] merupakan sebuah strategi yang harus diaktualisasikan dalam proses kegiatan pendidikan di Kabupaten Sumenep. Hal ini karena konsep pendidikan  bermasyarakat ini dapat mencakup setiap lini komunitas masyarakat Sumenep. Jadi, persoalan selanjutnya adalah sebuah pertanyaan kritis yang dialamatkan ke Pemerintah Kabupaten Sumenep, adakah keberanian pemerintah daerah untuk menjadikan sebuah konsep strategi pendidikan sesuai dengan sosio-kultural, sosio-agama, sosio-pedagogis, sosio-politis, sosio-ekonomi, termasuk sosio-geografisnya.[20]

Memahami pendidikan yang sesuai dengan keadaan lingkungan masyarakat Sumenep, tentu saja Pemerintah Daerah (baca : Sumenep) harus mempunyai visi dan misi yang jelas. Sebab, realitas ini merupakan dasar yang fundamental untuk menciptakan tatanan kehidupan pendidikan yang survive pragmatis.

Sehubungan dengan hal tersebut, Gordon dan Jeannette Vos (The Leaning Revolution), merumuskan apa yang menjadi tujuan (visi dan misi) belajar :[21]

1.                            Mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran spesifik. Keterampilan merupakan kecakapan praktis yang harus dimiliki oleh setiap individu guna menjalankan kehidupan hakiki, demi terciptanya kesejahteraan universal, baik kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar
2.                            Mengembangkan konseptual umum. Biasanya konsep-konsep, fakta, teori-teori yang terdapat pada sebuah materi pelajaran merupakan sebuah konsep umum, yang hal ini perlu dikembangkan oleh individu sesuai dengan  pengetahuan keterampilan yang dimilikinya.
3.                            Mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala tindakan. Sikap,  merupaka sebuah etika, etika adalah tingkah laku yang sesuai dengan kaidah dan norma kemasyarakatan. Jadi, dengan kemampuan mengembangkan sikap pribadi daharapkan sosial kemasyarakatannya (hablum minannas) dapat dipertanggungjawabkan.

E. STIMULUS PENDIDIKAN BERLANDASKAN MORAL

Sebuah keharusan bahwa landasan pendidikan Kabupaten Sumenep harus berdasarkan serta berlandaskan etika-moral. Sesuai dengan etika ketimuran, bahwa sikap kemasyarakatan harus diutamakan. Hal ini, karena akhlak adalah merupakan sikap awal sebagao cerminan terhadap tingkah laku dalam masyarakat. Demikian pun menjadi sebuah misi Rasulullah, bahwa beliau diutus untuk memperbaiki kebobrokan moral di tengah masyarakat jahiliyah.

“ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia “


Pasal 31 UUD 1945, ayat 3 menegaskan ; “ Pemerintah mengusahakan dengan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”.[22]

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) “ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara “.[23]

Dengan memperhatikan konsep-konsep yuridis di atas dapat dikemukakan bahwa pendidikan diarahkan kepada mentalitas sikap terhadap kehidupan bermasyarakat. Jadi tidaklah berlebihan bila pemerintah kita harus mempunyai prinsip revolusif untuk mengetengahkan sebuah strategi pendidikan yang komprehensif.

PENUTUP

Paradigma pendidikan di Kabupaten Sumenep harus berdasarkan sosio-kultural yang terjadi di masyarakat. Hal ini harus mengacu kepada religiusitas masyarakat yang lebih mengarah kepada pendidikan Islam. Profesionalisme seorang guru harus ditekankan dalam rangka meningkatkan kemampuan keterampilan guru dengan variasi motode serta beragam kaidah pembelajaran yang sesuai dengan kultur pendidikan di lingkungan tempat mengajar.

Profil seorang guru :
1)      Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang. Kepribadian merupakan sifat dan sikap yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, karena kepribadian yang matang dan berkembang akan memberikan dampak yang sgnifikan terhadap anak didiknya. Kribadian matang berarti mampu mengendalikan emosional diri terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi, baik itu yang bersifat memaksa terhadap tindak laksana kebijaksanaan. Kepribadian berkembang memiliki arti bahwa guru bisa menularkan segala keterampilan yang dimiliki serta dapat beradaptasi terhadap kemungkinan-kemungkianan yang dapat berubah sesuai dengan kondisi zaman dan lingkungan sekitar tempat terjadinya proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
2)      Memilki penguasaan ilmu yang kuat. Artinya memahami betul apa yang menjadi tanggung jawabnya sehubungan dengan proses pendidikan yang dimilki.
3)      Memilki keterampilan untuk memotifasi siswa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4)      Mengembangkan profesi secara berkesinambungan. Profesi yang dimiliki harus dikembangkan secara terus-menerus, sesuai dengan kondisi lingkungan masyarakat sekitar yang ada.

Kita tahu bahwa Kabupaten Sumenep, sebagaimana diungkapkan dalam pendahuluan dari tulisan ini adalah mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Sementara integritas Pendidikan Agama (Islam) di sekolah-sekolah formal sangat tidak refresentatif. Hanya terdapat dua jam pelajaran dari keseluruhan rata-rata 36 jam pelajaran setiap pekan. Kondisi ini berarti bahwa pendidikan Agama Islam hanya sekitar 5,5 % dibandingkan dengan pendidikan umum. Kondisi ini tidak mencerminkan bahwa Kabupaten Sumenep dapat mengemban visi dan misi IMTAQ. Walaupun dengan alasan bahwa pendidikan agama bisa diintegrasikan pada setiap mata pelajaran, tetapi karena hal itu hanya sebatas formalitas belaka, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai konsensus untuk menerapkan Sumenep sebagai derah religius islami.

Di sinilah kemudian dipertanyakan secara kritis kebijakan Pemerintah Daerah, khususnya Kabupaten sumenep untuk merefleksikan keseimbangan antara Pendidikan Agama dengan Pendidikan Umum.

Di akhiar kesimpulan tulisan ini, kami ingin mengungkapakan sebuah stetmen yang diungkapkan oleh Billi P.S. Lim dalam bukunya yang berjudul Berani Gagal, “ Berikan saya 10 orang gagal yang memahami apa artinya kalah dan saya akan kembalikan kepada Anda 10 orang sukses sejati “. [24]

*****

DAFTAR PUSTAKA


Azra, Azyumardi, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 1999)
Bunga Rampai : Menggagas Pendidikan Masa Depan, (Malang : FKIP Universitas Muhammadiyah, 2003)
Sidi, Indra Djati, Menuju Masyarakat Belajar : Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, (Jakarta : Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu, 2001)
Lim, Billi P.S, Berani Gagal, (Jakarta : PT Pustaka Delapratasa, 1996)
Zainuddin, Din, Pendidikan Budi Pekerti Dalam Persepektif Islam, (Jakarta : al-Mawardi Prima, 2004)
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan : Edukasi Nomor 06 Tahun 2006
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan : Edukasi Nomor 07 Tahun 2007
Mimbar Pembangunan Agama, Nomor 238 Tahun 2006
Mimbar Pembangunan Agama, Nomor 237 Tahun 2006
Mimbar Pembangunan Agama, Nomor 235 Tahun 2006





[1] Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu 1999), hal. 3
[2] Al-Qur`an, Surat : al-Zumar : 9
[3] Ibid.
[4] Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar : Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, (Jakarta : Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001), hal. 8
[5] Ibid. hal. 8
[6] Lise Chamisjatin, Menggagas Pendidikan Masa Depan : Potret Guru Profesional Harapan Era Milenium Ketiga, (Malang : FKIP Muhammadiyah), hal. 188
[7] Ahmad Wasir W, Pendidikan Berbasis Nilai : Sebuah Refleksi Menghadapi Pergeseran Nilai Sosial Masa Kini, (Jurnal Eduksi No. VII Tahun 2007) hal. 6
[8] Sukirman dkk, Modul Ilmu Pengetahuan Alam Untuk PGSD, makalah tidak diterbitkan
[9] Indra Djati sidi, Menuju Masyarakat Belajar : Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, (Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001), hal. 17
[10] Ahsanul In`am, Menggagas Pendidikan Masa Depan : Etika sebuah Kajian Bagi Seorang Pendidik, (Malang : FKIP Universitas Muhammadiyah), hal. 195
[11] Ibid.
[12] Hidayat Raharja, Guru di Antara Tuntutan Profesionalisme dan Realistas Dunia Pendidikan yang Beragam, (Juranal : Edukasi no. VII Tahun 2007) hal. 58
[13] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan, hal. 546
[14] Ibid. hal. 530
[15]  Indra Djati sidi, Menuju Masyarakat Belajar : Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, (Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001), hal. 15
[16] Mohammad al-Auva, Menggagas Pendidikan Berbasis Spritual, (Resensi : Jurnal Edukasi  No. VII Tahun 2007), hal. 78
[17]  Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu 1999), hal. 5

[18] Syaiful Rizal Alinata, Pendidikan Berbasis Moral (Urgensi Pendidikan Agama dan Peranan Guru dalam Membangun Moral Siswa), Jurnal Edukasi no. 7 tahun 2007, hal. 34
[19] Indra Djati sidi, Menuju Masyarakat Belajar : Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, (Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001), hal. 20
[20] A. Malik fajar, Menggagas Pendidikan Masa Depan : Pendidikan Budi Pekerti, Bunga Rampai (Malang : FKIP Universitas Muhammadiyah, 2003), hal. 7
[21] Ibid. hal. 21
[22] Mohammad Hasan Basri, Pendidikan Moralitas : Membeber Beragam Kerancuan, (Jurnal Edukasi No. 7 tahun 2007) hal. 43
[23] Ibid.
[24] Billi P.S. Lim, Berani Gagal, (Jakarta : PT Pustaka Delapratasa) hal. 41

No comments:

Post a Comment