STRATEGI
PENDIDIKAN MASA DEPAN SUMENEP :
MENGGAGAS PARADIGMA PENDIDIKAN GLOBALISASI
RELIGIUS ISLAMI
PENDAHULUAN
Pendidikan, secara umum adalah suatu proses dimana suatu bangsa
mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi
tujuan hidup secara efektif dan efisien.[1]
Pendidikan bukan
hanya sebuah pengajaran yang berorientasi pada kecakapan individu teoritis (teoritis
individual), akan tetapi pendidikan lebih ditekankan kepada individual practice. Mampu
membawa diri beradaptasi dengan lingkungan, serta dapat memberikan kreatifitas
yang bermakna terhadap diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar.
Islam sebagai
gama yang paling banyak dianut di Kabupaten Sumenep, juga memberikan banyak
estimasi stigma sehubungan dengan pendidikan secara umum. Rasulullah juga
pernah bersabda ;
“ Menuntut ilmu adalah merupakan kewajiban pada setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan “
Allah Swt.
Berfirman sehubungan dengan pentingnya pendidikan ;
“ Katakanlah, ‘ adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui ?’, sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran “.[2]
“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi silih berganti
siang dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan daari langit berupa air, lalu dengan air
itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) nya dan Dia sebarkan di bumi segala
jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi ; sesungguhnya terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagu
kaum yang memikirkan “ (QS :al-Baqarah : 164)
Korelasinya
dengan pendidikan, beberapa ahli pendidikan memberikan pandangan konteksnya
dengan dunia pendidikan secara umum :
John Milton,
mengatakan bahwa pendidikan secara umum adalah individu yang mampu membentuk
diri yang terampil, dengan kejujuran yang universal baik kepada dirinya sendiri
maupun kepada masyarakat sekitar, baik di kala damai maupun di kala perang.
John Dewey, mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan
fundamental, secara intelektual dan emosional, ke arah alam sesama manusia.
Ki Hajar
Dewantara, mengatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk
memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani
anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Mohammad Natsir, menjelaskan
bahwa yang dinamakan pendidikan ialah satu pimpinan jasmani dan rohani yang
menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dalam arti sesungguhnya.[3]
Dari beberapa paparan para ahli pendidikan di atas, sehubungan dengan
pendidikan secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pendidikan
dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan berkarya, berdikari serta mampu
memberikan aksi dan reaksi yang bermakna terhadap individu, keluarga,
masyarakat dan lingkungannya. Dengan kata lain
sebagaimana yang dikatakan oleh Indra Djati Sidi, dalam bukunya “ Menuju
Masyarakat Belajar : Menggagas Paradigma Baru Pendidikan “ yaitu
menciptakan masyarakat “ madani “.[4]
Masyarkat madani (civil society) berarti berbicara tentang bagaimana
anggota-anggota masyarakat menjadi well educated. Kondisi ini
yang biasanya korelatif dengan tindakan-tindakan yang rasional, transparan,
penuh estimasi, bermoral dan berwawasan jauh ke depan, sehingga mungkin saja,
jika sudah demikian adanya, sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mudah
dihasut, juga tidak gampang “ diperbudak “. Sebaliknya, masyarakat
mempunyai bargaining position yang tinggi terhadap power of
state, dan pada gilirannya masyarakat bisa menjadi balancing force
bagi state yang cenderung sewenang-wenang.[5]
Pada pendapat lain, masyarakat
madani adalah masyarakat yang saling harga menghargai satu dengan yang lain,
yang mengakui hak-hak asasi manusia, yang menghormati akan prestasi dari
anggota sesuai dengan kemampuan yang dapat ditunjukkan bagi masyarakatnya (Tilaar, 1999).[6]
Dalam makna yang lebih terfokus, pendidikan di lingkungan kita (baca
: Sumenep), tentu menginginkan sebuah konsep pendidikan yang religius islami,
sebuah format pendidikan Islam yang komprehensif. Hal ini berdasarkan kehidupan
masyarakat Sumenep, yang secara umum beragam Islam[7]
dalam arti menyeluruh. Hal ini dibuktikan dengan adanya lembaga-lembaga Islam
baik yang formal maupun nonformal.
Dari
karakteristik itulah, maka format pendidikan formal di Kabupaten Sumenep perlu
dikaji ulang, guna menyelaraskan sistem pendidikan dengan lingkungan masyarakat
sekitar.
A. BERORIENTASI
PADA IPTEK
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang begitu
pesat tidak bisa kita elakkan lagi. Saat ini kita tidak lagi dipusingkan oleh
jauhnya jarak, karena kendaraan super cepat semisal pesawat atau jet sudah
tersedia. Kita tidak lagi dibingungkan oleh jauhnya tempat, karena fasilaitas
TV, hand phone (HP) dan internet telah tersebar dimana-mana. Jadi, jarak dan waktu bukan lagi sebuah persoalan
karena fasilitas yang mempercepat berita atu informasi telah kita miliki.
Ilmu Pengetahuan yang merupakan terjemahan dari “ science “[8] adalah merupakan fakta, konsep-konsep, teori
serta hukum-hukum yang diperoleh dengan konsep metode ilmiah. Dengan metode ilmiah kita dituntut untuk bersikap objektif, jujur, transparan, menerima saran dari orang
lain serta mampu memberikan kehidupan yang normatif untuk menuangkan sebuah
gagasan pragmatis-efektif.
Teknologi adalah terapan. Sebuah pengejawantahan dari ilmu
pengetahuan, sehingga kaita dapat melakukan sebuah pekerjaan secara lebih baik,
efektif dan efesien. Dengan teknologi kita bisa berbuat lebih bijak dan lebih
sejahtera terhadap individu, masyarakat dan lingkungan.
Sehubungan
dengan IPTEK, lebih jauh kita menelaah terhadap fasilitas sarana prasarana
serta pada tindak pelayanannya. Terutama di sekolah-sekolah, sebagai tolok ukur
dalam kesungguhan dan keseriusannya. Dari beberapa (kalau tidak semuanya)
lembaga formal yang ada di wilayah dengan sebutan sumekar, berupa lambang kuda
terbang, ini masih jauh dari harapan. Peralatan-peralatan yang ada di
laboratorium IPA masih sangat minim, atau bahkan boleh di bilang tidak ada. Ini
terjadi pada sekolah-sekolah negeri, lebih lagi di sekolah swasta, tentu lebih
sangat memprihatinkan.
Sarana
laboratorium IPA merupakan dasar yang paling prinsip dalam pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.[9]
Jadi sangat mustahil kita mampu bersaing dengan negara-negara lain, jika sarana yang paling mendasar sekalipun kurang
mendapat perhatian.
Agar urgensi
pemahaman terhadap IPTEK (lab IPA) lebih survive, maka pelayanan terhadap
fasilitas IPTEK, perlu perhatian secara lebih konsekuen. Hal ini memang tidak
mudah apalagi bila dihubungkan dengan anggaran yang begitu mahal (benar-benar
mahal ?). Namun dengan tekat dan semangat yang tinggi, cita-cita itu pasti kita
raih.
B. MENUJU GURU PROFESIONAL
Profesi merupakan pekerjaan yang dilakukan sebagai
kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu
keahlian.[10] Guru juga
merupan sebuah profesi. Oleh karena itu, maka menjadi seorang guru yang hal ini
merupakan sebuah pilihan, harus kita lakukan dengan dengan semangat profesi.
Namun untuk mencapai keahlian ini kita dihadapkan terhadap banyak persoalan.
Terutama terkait dengan persoalan kesejahteraan yang kita dapatkan dari profesi
kita sebagai guru. Namun demikian, kita telah meleburkan diri di dalam kancah
dunia pendidikan. Oleh karena itu persoalan kesejahteraan yang tidak memadai
harus dinomorduakan. Hal ini untuk menggairahkan rasa tanggung jawab terhadap
profesi yang telah kita pilih.
A Sony Keraf (1991, 41) memaparkan ciri-ciri profesi sebagai berikut
:
1) Adanya pengetahuan khusus
terkait dengan profesi yang digelutinya, dalam hal ini sebagai calon pendidik
jelas sudah mempunyai bekal yang dapat digunakan sebagai bahan untuk tatanan
dalam sekolah, baik terkait dengan kegiatan belajar mengajar maupun dalam
hubungannya dengan para teman sejawat dan para staf pendidik di sekolah.
2)
Adanya
kaidah dan standar moral yang tinggi, dalam arti adanya norma yang jelas dalam
mengemban amanat sebagai pendidik, dalam percakapan sehari-hari dikatakan guru
kencing berdiri murid kencing berlari. Dalam pepatah jawa dikatakan guru adalah
seorang yang digugu dan ditiru (dapat dicontoh dan diteladani). Untuk itu dalam
berbuat dan bertingkah, baik terhadap sesama, atasan, maupun kepada para siswa
hendaknya selalu mencerminkan keteladanan.
3)
Pengabdian
kepada kepentingan masyarakat. Dalam paparan diatas dikatakan bahwa profesi
luhur meletakkan kepentingan pribadinya dibawah kepentingan masyarakat. Dalam
rangka ini ada suatu keinginan untuk mengabdikan jasa kepada masyarakat sebagai
pengabdian tanpa pamrih, namun dalam perkembangannya timbul kecenderungan baru
memperdagangkan jasa tersebut untuk memperoleh keuntungan. Seorang guru
hendaknya harus tetap memegang amanat dalam upayanya untuk menghilangkan serta
mengikis kebodohan.
4)
Ada
ijin khusus untuk bisa melaksanakan suatu profesi tersebut. Bagi seorang
pendidik ijin tersebut dikeluarkan apabila yang bersangkutan benar-benar mampu
untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan bidang yang
digelutinya dalam hal ini berupa ijazah akta mengajar.
5)
Kaum
profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi dengan
tujuan untuk menjaga keluhuran profesi tersebut, selain itu juga sebagai wahana untuk menyelesaikan
permasalahan terkait dengan profesi yang digelutinya. Organisaai profesi bagi
seorang pendidik dapat melalui ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) atau
lainnya.[11]
Pendapat lain mengetengahkan sehubungan dengan profesi, bahwa guru
sebagai profesi menuntut adanya
kemampuan administratif, merencanakan, melaksanakan kegiatan sesuai dengan
rencana, serta mengevaluasi terhadap apa yang telah dikerjakan.[12]
Sebagai guru yang profesional tentu kita dituntut untuk menunjukkan
keprofesionalannya di dalam afektifitas dunia pendidikan.
Untuk mewujudkan
guru profesional di wilayah Kabipaten Sumenep perlu adanya tekat dan semangat
dari berbagai pihak yang terkait. Dalam hal ini mungkinkah pemerintah daerah
Kabupaten Sumenep menfasilitasi semua aspek kebutuhan hidup bagi guru-guru yang
ada di wilayah ini ? Di sinilah pemerintah kita diuji kelayakan kepemimpinan
serta pengayomannya terhadap kemajuan lembaga pendidikan dimanapun dan dalam
bentuk apapun. Jadi tidak ada perbedaan antara lembaga kepulauan maupun
daratan, serta juga tak ada dikotomi antara lembaga pendidikan negeri maupun
swasta, formal maupun nonformal, seimbang dan sama rata.
C. KURIKULUM
KREATIF BERBASIS IMTAQ
Kurikulum adalah
perangkat mata pelajaran yang tersusun dan sistematis yang diajarkan pada suatu
lembaga pendidikan atau paerangkat mata kuliah mengenai bidang keahlian khusus.[13]
Kreatif adalah bermakna memiliki daya cipta atau kemampuan untuk menciptakan[14]
sesuatu yang bernilai positif. Jadi, kurikulum kreatif adalah muatan-muatan
perangkat pembelajaran yang meliputi : Analisis materi pelajaran (AMP), program
tahunan maupun program semester, silabus serta sistem penilaian yang kooperatis
praktis.
Kurikulum
pendidikan Sumenep masa depan harus dikembangkan berdasarkan kompetensi dasar (competency-based
curriculum). Dalam konsep ini, kurikulum disusun berdasarkan kemampuan
dasar minimal yang harus dikuasai seorang peserta didik, setelah yang
bersangkutan menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan atau satu
satuan pendidikan.[15]
Berdasarkan
sosio-kultural Kabupaten Sumenep yang mayoritas beragama Islam, maka
pengembangan kurikulum juga ditekankan pada pengembangan Iman dan takwa.
Kurikulum berbasis Iman dan Takwa, yang dalam istilah A. Wahid Hasan berbasis
spiritual (SQ)[16]
adalah kurikulum pendidikan yang berdasarkan konsep-konsep pendidikan Islam.
Pendidikan Islam menurut Dr. Yusuf al-Qardhawi adalah pendidikan manusia
seutuhnya ; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya ; akhlak dan
keterampilannya. Karena pendidikan menyiapkan manusia untuk hidup , baik dalam
(damai) dan perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala
kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.[17]
Materi
pendidikan masa depan harus ditekankan pada mata pelajaran yang sanggup
menjawab tantangan zaman, globalisasi, berlandaskan IMTAQ dan perkembangan
IPTEK yang sangat cepat. Karena itu, pelajaran ilmu-ilmu dasar, yaitu
matematika dan IPA serta pendidikan moral dan etika menjadi inti pengembangan
kurikulum di setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Ada beberapa
indikator pengambangan kurikulum yang seharusnya menjadi perhatian serius oleh
dinas pendidikan kabupaten Sumenep :
-
Kurikulum pendidikan harus bersifat luwes, sederhana dan bisa menampung
berbagai kemungkinan perubahan di masa yang akan datang sebagai dampak
perkembangan teknologi dan tuntusan sosio-kultural (adat budaya, termasuk
agama) masyarakat
-
Kurikulum
harus bersifat pedoman pokok (general guideline) kegiatan pembelajaran siswa
-
Pengembangan
kurikulum selayaknya dilakukan secara simultan dengan pengmbangan bahan ajar
(buku dan lembaar kerja siswa) dan media atau alat pembelajaran
-
Kurikulum
pendidikan hendaknya berpatokan pada standar global/regional, berwawasan nasional
dan dilaksanakan secara lokal
-
Kurikulum
pendidikan hendaknya merupakan satu kesatuan dan kesinambungan dengan satuan
dan jenjang pendidikan di atasnya
-
Pengembangan
kurikulum bukan lagi menjadi otoritas pemerintah pusat, tetapi merupakan shared
activity dengan pemerintah daerah, bahkan komunitas
-
Pengembangan
tidak diarahkan untuk menciptakan satu kurikulum tunggal yang diberlakukan
untuk semua sekolah
-
Kurikulum
juga mesti memperhatikan pendidikan yang terjadi di keluarga dan
komunitas/masyarakat.
-
Kurikulum
harus bersifat stimulus terhadap stigma sosio-agama masyarakat Sumenep, yaitu
meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT.
Tetapi yang
perlu diperhatikan dalam setiap strategi, konsep dan idiologi pendidikan
Kabupaten Sumenep adalah keselarasan wacana praktis terhadap tujuan pendidikan
yang kita inginkan. Sebab bagaimanapun, sebaik apaun kurikulumnya, variasi
metodenya dan kelengkapan sarana prasaarananya tanpa ditunjang oleh
profesionalisme guru yang memadai, tidak akan terjadi proses pembelajaran yang
ideal,[18]
praktis dan representatif.
D. SISTEM
PENDIDIKAN OBJEKTIF REPRESENTATIF
Seharusnya pendidikan masa depan Sumenep harus bersaifat objektif
representatif, artinya sebuah konsep serta strategi pendidikan yang mampu
mewakili semua kalangan. Kita tahu bahwa, masyarakat Sumenep, secara kultural,
terdiri dari beragam kebiasaan yang harus menjadi perhatian serius. Oleh karena
itu, pendidikan sumenep harus bersifat makro serta mewadahi setiap golongan
yang ada.
Konsep community
based education (pendidikan berbasis komunitas atau masyarakat) yang merupakan
konsekwensi dari otonomi pendidikan dan sekolah,[19]
merupakan sebuah strategi yang harus diaktualisasikan dalam proses kegiatan
pendidikan di Kabupaten Sumenep. Hal ini karena konsep pendidikan bermasyarakat ini dapat mencakup
setiap lini komunitas masyarakat Sumenep. Jadi, persoalan selanjutnya adalah
sebuah pertanyaan kritis yang dialamatkan ke Pemerintah Kabupaten Sumenep,
adakah keberanian pemerintah daerah untuk menjadikan sebuah konsep strategi
pendidikan sesuai dengan sosio-kultural, sosio-agama, sosio-pedagogis,
sosio-politis, sosio-ekonomi, termasuk sosio-geografisnya.[20]
Memahami
pendidikan yang sesuai dengan keadaan lingkungan masyarakat Sumenep, tentu saja
Pemerintah Daerah (baca : Sumenep) harus mempunyai visi dan misi yang jelas.
Sebab, realitas ini merupakan dasar yang fundamental untuk menciptakan tatanan
kehidupan pendidikan yang survive pragmatis.
Sehubungan
dengan hal tersebut, Gordon dan Jeannette Vos (The Leaning Revolution),
merumuskan apa yang menjadi tujuan (visi dan misi) belajar :[21]
1.
Mempelajari
keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran spesifik.
Keterampilan merupakan kecakapan praktis yang harus dimiliki oleh setiap
individu guna menjalankan kehidupan hakiki, demi terciptanya kesejahteraan
universal, baik kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan
sekitar
2.
Mengembangkan
konseptual umum. Biasanya konsep-konsep, fakta, teori-teori yang terdapat pada
sebuah materi pelajaran merupakan sebuah konsep umum, yang hal ini perlu
dikembangkan oleh individu sesuai dengan
pengetahuan keterampilan yang dimilikinya.
3.
Mengembangkan
kemampuan dan sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala
tindakan. Sikap, merupaka sebuah etika,
etika adalah tingkah laku yang sesuai dengan kaidah dan norma kemasyarakatan.
Jadi, dengan kemampuan mengembangkan sikap pribadi daharapkan sosial
kemasyarakatannya (hablum minannas) dapat dipertanggungjawabkan.
E. STIMULUS
PENDIDIKAN BERLANDASKAN MORAL
Sebuah keharusan bahwa landasan pendidikan Kabupaten Sumenep harus
berdasarkan serta berlandaskan etika-moral. Sesuai dengan etika ketimuran,
bahwa sikap kemasyarakatan harus diutamakan. Hal ini, karena akhlak adalah
merupakan sikap awal sebagao cerminan terhadap tingkah laku dalam masyarakat.
Demikian pun menjadi sebuah misi Rasulullah, bahwa beliau diutus untuk
memperbaiki kebobrokan moral di tengah masyarakat jahiliyah.
“ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia “
Pasal 31 UUD
1945, ayat 3 menegaskan ; “ Pemerintah mengusahakan dengan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang”.[22]
Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) “
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara “.[23]
Dengan
memperhatikan konsep-konsep yuridis di atas dapat dikemukakan bahwa pendidikan
diarahkan kepada mentalitas sikap terhadap kehidupan bermasyarakat. Jadi
tidaklah berlebihan bila pemerintah kita harus mempunyai prinsip revolusif
untuk mengetengahkan sebuah strategi pendidikan yang komprehensif.
PENUTUP
Paradigma pendidikan di Kabupaten Sumenep harus berdasarkan
sosio-kultural yang terjadi di masyarakat. Hal ini harus mengacu kepada
religiusitas masyarakat yang lebih mengarah kepada pendidikan Islam.
Profesionalisme seorang guru harus ditekankan dalam rangka meningkatkan
kemampuan keterampilan guru dengan variasi motode serta beragam kaidah
pembelajaran yang sesuai dengan kultur pendidikan di lingkungan tempat
mengajar.
Profil seorang guru :
1)
Memiliki
kepribadian yang matang dan berkembang. Kepribadian merupakan sifat dan sikap
yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, karena kepribadian yang
matang dan berkembang akan memberikan dampak yang sgnifikan terhadap anak
didiknya. Kribadian matang berarti mampu mengendalikan emosional diri terhadap
segala kemungkinan yang akan terjadi, baik itu yang bersifat memaksa terhadap
tindak laksana kebijaksanaan. Kepribadian berkembang memiliki arti bahwa guru
bisa menularkan segala keterampilan yang dimiliki serta dapat beradaptasi
terhadap kemungkinan-kemungkianan yang dapat berubah sesuai dengan kondisi
zaman dan lingkungan sekitar tempat terjadinya proses Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM).
2)
Memilki
penguasaan ilmu yang kuat. Artinya memahami betul apa yang menjadi tanggung
jawabnya sehubungan dengan proses pendidikan yang dimilki.
3)
Memilki
keterampilan untuk memotifasi siswa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4)
Mengembangkan
profesi secara berkesinambungan. Profesi yang dimiliki harus dikembangkan
secara terus-menerus, sesuai dengan kondisi lingkungan masyarakat sekitar yang
ada.
Kita tahu bahwa
Kabupaten Sumenep, sebagaimana diungkapkan dalam pendahuluan dari tulisan ini
adalah mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Sementara integritas Pendidikan
Agama (Islam) di sekolah-sekolah formal sangat tidak refresentatif. Hanya
terdapat dua jam pelajaran dari keseluruhan rata-rata 36 jam pelajaran setiap
pekan. Kondisi ini berarti bahwa pendidikan Agama Islam hanya sekitar 5,5 %
dibandingkan dengan pendidikan umum. Kondisi ini tidak mencerminkan bahwa
Kabupaten Sumenep dapat mengemban visi dan misi IMTAQ. Walaupun dengan alasan
bahwa pendidikan agama bisa diintegrasikan pada setiap mata pelajaran, tetapi
karena hal itu hanya sebatas formalitas belaka, sehingga tidak dapat dijadikan
sebagai konsensus untuk menerapkan Sumenep sebagai derah religius islami.
Di sinilah
kemudian dipertanyakan secara kritis kebijakan Pemerintah Daerah, khususnya
Kabupaten sumenep untuk merefleksikan keseimbangan antara Pendidikan Agama
dengan Pendidikan Umum.
Di akhiar kesimpulan tulisan ini, kami ingin mengungkapakan sebuah stetmen
yang diungkapkan oleh Billi P.S. Lim dalam bukunya yang berjudul Berani Gagal,
“ Berikan saya 10 orang gagal yang memahami apa artinya kalah dan saya akan
kembalikan kepada Anda 10 orang sukses sejati “. [24]
*****
DAFTAR
PUSTAKA
Azra, Azyumardi, Esei-esei Intelektual
Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 1999)
Bunga Rampai : Menggagas Pendidikan Masa
Depan, (Malang
: FKIP Universitas Muhammadiyah, 2003)
Sidi, Indra Djati, Menuju Masyarakat
Belajar : Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, (Jakarta : Paramadina dan PT Logos Wacana
Ilmu, 2001)
Lim, Billi P.S, Berani Gagal,
(Jakarta : PT Pustaka Delapratasa, 1996)
Zainuddin, Din, Pendidikan Budi Pekerti
Dalam Persepektif Islam, (Jakarta
: al-Mawardi Prima, 2004)
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan : Edukasi
Nomor 06 Tahun 2006
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan : Edukasi
Nomor 07 Tahun 2007
Mimbar Pembangunan Agama, Nomor 238 Tahun
2006
Mimbar Pembangunan Agama, Nomor 237 Tahun
2006
Mimbar Pembangunan Agama, Nomor 235 Tahun
2006
[1] Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan
Islam, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu 1999), hal. 3
[2] Al-Qur`an, Surat
: al-Zumar : 9
[3] Ibid.
[4] Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar : Menggagas
Paradigma Baru Pendidikan, (Jakarta
: Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001), hal. 8
[5] Ibid. hal. 8
[6] Lise Chamisjatin, Menggagas Pendidikan Masa Depan : Potret Guru
Profesional Harapan Era Milenium Ketiga, (Malang : FKIP Muhammadiyah), hal. 188
[7] Ahmad Wasir W, Pendidikan
Berbasis Nilai : Sebuah Refleksi Menghadapi Pergeseran Nilai Sosial Masa Kini,
(Jurnal Eduksi No. VII Tahun 2007) hal. 6
[8] Sukirman dkk, Modul Ilmu Pengetahuan Alam Untuk PGSD,
makalah tidak diterbitkan
[9] Indra Djati sidi, Menuju Masyarakat Belajar : Menggagas
Paradigma Baru Pendidikan, (Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001), hal.
17
[10] Ahsanul In`am, Menggagas Pendidikan Masa Depan : Etika sebuah
Kajian Bagi Seorang Pendidik, (Malang
: FKIP Universitas Muhammadiyah), hal. 195
[11] Ibid.
[12] Hidayat Raharja, Guru di
Antara Tuntutan Profesionalisme dan Realistas Dunia Pendidikan yang Beragam,
(Juranal : Edukasi no. VII Tahun 2007) hal. 58
[13] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan, hal.
546
[14] Ibid. hal. 530
[15] Indra Djati sidi, Menuju
Masyarakat Belajar : Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, (Paramadina dan
PT Logos Wacana Ilmu 2001), hal. 15
[16] Mohammad al-Auva, Menggagas Pendidikan Berbasis Spritual,
(Resensi : Jurnal Edukasi No. VII Tahun
2007), hal. 78
[17] Azyumardi Azra, Esei-esei
Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu
1999), hal. 5
[18] Syaiful Rizal Alinata, Pendidikan Berbasis Moral (Urgensi
Pendidikan Agama dan Peranan Guru dalam Membangun Moral Siswa), Jurnal
Edukasi no. 7 tahun 2007, hal. 34
[19] Indra Djati sidi, Menuju Masyarakat Belajar : Menggagas
Paradigma Baru Pendidikan, (Paramadina dan PT Logos Wacana Ilmu 2001), hal.
20
[20] A. Malik fajar, Menggagas Pendidikan Masa Depan : Pendidikan
Budi Pekerti, Bunga Rampai (Malang
: FKIP Universitas Muhammadiyah, 2003), hal. 7
[21] Ibid. hal. 21
[22] Mohammad Hasan Basri, Pendidikan
Moralitas : Membeber Beragam Kerancuan, (Jurnal Edukasi No. 7 tahun 2007)
hal. 43
[23] Ibid.
[24] Billi P.S. Lim, Berani Gagal,
(Jakarta : PT
Pustaka Delapratasa) hal. 41
No comments:
Post a Comment