AGAMA & MARITAL STATUS
(Catatan kecil untuk Billy Boen dari bukunya: "Hidupkan Suksesmu."
Salah satu hal yang saya kurang sepaham dengan analisa Mas Billy
adalah prihal Agama dan Marital Status. Saya fokus pada identitas agama. What's
wrong with religion? Saya rasa tidak ada yang aneh dengan identitas ini. Kalau
kemudian Mas Billy beralasan takut terjadi diskriminasi, petanyaan selanjutnya
adalah,
"Sejauh mana profesionalitas interviewer?"
Apalagi Mas Billy ini mengkomparasikan kasus identitas
agama dengan 'budaya telat/terlambat, masalah kebersihan, dan bahkan masalah
korupsi. Bentuk sinerginya dimana? Bukankah identitas agama masalah personal
yang tidak berakibat merugikan orang lain? Bandingkan dengan masalah telat,
kebersihan, dan masalah korupsi. Yah, hal yang terakhir ini sungguh
menyengsarakan banyak pihak. Agama? Identitas? Dimana letak kesalahannya?
Bahkan, maaf ini masih pemahaman saya, identitas agama
dicantumkan justru punya hikmah/manfaat tersendiri. Serius? Pingin bukti?
Hehee,,...berlagak seperti Mas Billy.
Pada saat seseorang mengajukan CV, kemudian tercantum
identitas agama, maka interviewer sudah memahami bahwa perusahaan punya visi
dan misi yang tidak hanya sebatas buget, tetapi kesejahteraan pegawainya,
termasuk juga kebutuhan rohaninya.
Saya kasik contah, PO Hariyanto mensyaratkan
pegawainya, utamanya supir, untuk berhenti memberikan waktu shalat kepada
penumpang. Bayangkan, jika saja yang menyodorkan CV tidak mencantumkan agama,
maka jika ia bergama Kristen, Hindu, atau Budha, akan merasa keberatan dengan
aturan itu. Tetapi, dengan mencantumkan identitas agama, interviewer tinggal
bilang,
"Saudara sanggup dengan kondisi ini? Jika ya,
monggo silakan. Jika tidak, tentu jangan putus asa, coba di tempat lain."
Benar, seharusnya agama dan marital status tidak
mempengaruhi elektabilitas sebuah CV. Tapi jika ada, seperti yang saya tulis di
atas, maka profesionalitas penyeleksi perlu dipertanyakan. Dan hendaknya kita
patut bersyukur tidak bekerja sama dengan perusahaan yang eleksinya 'sungguh'
tidak profesional.
Hal lain yang merupakan hikmah di balik pencantuman
agama dalam sebuah CV adalah, penyeleksi akan memahami bahwa di perusahaan ini,
misalnya, tidak memandang masalah agama dan bersangkut paut dengan agama itu
sendiri. Maka, jika seorang pelamar tidak mencantumkan agama di CV, ia akan
sangat kecewa jika pada saatnya nanti di lingkungan perusahaan tersebut
terdapat kebiasaan yang bertentangan dengan agama yang ia anut. Kekecewaan
semacam ini pula yang harus dipahami, baik oleh penyeleksi CV atau pun
interviewer. Jadi, intinya kita bisa mengambil hikmah dari pencantuman
identitas agama, maupun marital status.
Oh, ya, kalau pengalaman Mas Billy tidak pernah
mencantumkan identitas agama dan marital status, dan tidak pernah bermasalah
dalam hal tersebut. Pernahkah terlintas dalam pikiran Mas Billy, ada berapa
pelamar yang mencantumkan identitas agama, juga tidak mengalami masalah?
Hehe,,,pada dasarnya, pencantuman identitas (apapun namanya) 'seharusnya' tidak
mengebiri hak untuk mendapatkan kesempatan selanjutnya. Justru dengan
mencantumkan identitas lebih lengkap, akan memberikan peluang yang lebih baik,
meski tidak di tempat yang diinginkan sebelumnya.
Catatan ini saya buat sebagai bagian dari ragam
pemikiran, tanpa ada maksud untuk membenturkan konsep yang satu dengan lainnya.
Problematika argumentatif dengan aneka varian tanggung jawab yang akan
berdampak positif. Catatan ini juga bukan sebuah dogma, hingga muncul kalimat,
"Jika dianggap baik, ambillah! Jika ternyata
buruk, tinggalkanlah!"
***
No comments:
Post a Comment