Get Stories: http://mawarberduri99.blogspot.com

Thursday, February 13, 2014

PANTAI CEMARA



PANTAI CEMARA

Senja di pantai cemara. Sebuah pantai indah yang ada di pulau Masalembu. Pulau kecil dengan keindahan alamnya yang masih asri. Bakau dan pohon cemara berjejer menghiasi bibir pantai. Pasir putih berkilau diterpa sinar mentari senja. Bagai panorama di negeri impian. Tentang sebuah cinta. Bermuara di taman surga.

"Mas, ayo kita ke sana", ajak Fatim katika aku dan dia menghabiskan waktu sunset pada suatu senja.
"Boleh, ke mana sih?" jawabku sambil melihat sebuah tempat yang ditunjuk Fatim.

Senja itu aku dan Fatim menuju tempat yang begitu mempesona. Entahlah, apa yang membuat kami begitu sumbringah. Karena tempat yang indah ataukah karena pesona cinta kami berdua. Hidup sungguh begitu indah.

Nyiur melambai di tepi pantai. Di antara desiran angin senja yang lembut. Selembut hati kami berdua. Berkata tanpa bicara. Berbicara tanpa bahasa. Ungkapan perasaan yang begitu dalam maknanya. Menebarkan semerbak kasturi rindu. Dan alur bahasa pun merenda sebentuk karang yang tegar. Biar pun dihantam badai.

"Mas, coba lihat awan mega di sebelah sana", Fatim menunjuk ke arah awan mega merah saga. Ada rias sinar emas oleh bias sinar mentari. Sungguh sangat romantis.
"Oh iya ya, sungguh senja yang begitu mempesona", sahutku.
"Bukan hanya pesonanya Mas. Coba perhatikan lebih saksama. Tuh kan membentuk love", Fatim semakin memicingkan matanya yang bening. Aku pun mencoba memperhatikan lebih baik. Dan ternyata benar, ada sebentuk awan mega yang menggambarkan cinta kita berdua. Dan jauh di dalam mata Fatim, juga terbentuk pelangi cinta.

Tidak berapa lama dari seluit kata hati yang penuh dengan bunga cinta, dan senyuman yang bertabur nostagia, tiba-tiba dari arah tengah laut menggulung ombak laksana gunung yang menjulang. Dan dalam hitungan detik ombak besar itu menghantan aku dan Fatim. Aku pun terpental. Pegangan tangan pun lepas. Dan aku pun sudah tidak ingat apa-apa lagi.

Binar-binar cinta lepas. Kandas di ujung senja. Gelap. Di sekeliling begitu kelam. Tak nampak siapa-siapa. Fatim pun hilang entah kemana. Aku menangis. Sendiri di atas gelombang. Terpekur di antara badai. Aku hilang ingatan. Dan gelap kembali menyergab.

Hingga kudengar suara, yang kusangka suara kematian.
"Rus...Rus.. Bangun sudah sore!". Ternyata suara temanku, Dika. Ia  membangunkanku yang lagi tertidur di bawah pohon cemara yang rindang di tepian pantai Cemara di Masalembu. Perlahan aku bangkit. Sambil mendesah,
Innalillahi wainna ilaihi roji’un. Oh, ternyata aku hanya mimpi. Fatim...Fatim...!".

Melangkah perlahan-lahan. Meninggalkan jejak dan sisa-sisa mimpiku. Aku berharap, Fatim masih setia dalam penantian. Sebagaimana aku juga masih setia dalam penantian yang panjang. Bukan di alam mimpi. Tapi di alam nyata. 

Sumenep, 13 Februari 2014

No comments:

Post a Comment